Arsip

Legenda Lokal Perlu Dihidupkan Kembali untuk Kelestarian Kalimantan

Legenda Lokal Perlu Dihidupkan Kembali untuk Kelestarian Kalimantan
Web binar Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan, Komisi Wali Gereja Indonesia (SGPP-KWI). Foto: IST/ruai.tv
Advertisement

Ita Natalia, praktisi dan pegiat lingkungan hidup, memberikan perspektif gender dalam penyelamatan ekologi. Dia mengutip pendapat ahli eco-feminist yang menyatakan kerusakan alam hanya dapat disembuhkan oleh naluri feminim untuk memelihara.

“Tapi bisa dibangun bukan hanya oleh perempuan, tetap juga oleh kaum lelaki, sehingga aspek kesetaraan juga terjadi,” tegas Ita.

Dia memaparkan, pemberdayaan perempuan menjadi solusi pemulihan bumi, setidaknya untuk satu generasi ke depan. Secara filosofis, banyak kalangan menyebut bumi sebagai ibu, menjadi bukti sudut pandang feminis tersebut.

Advertisement

Baca juga: Hutan Kota, Pontianak Tanami 680 Pohon di Pembuangan Sampah

“Kita bisa mengadopsi pengalaman baik di belahan dunia lain terkait peran serta isu perempuan dalam pemulihan bumi. Dan lakukan sekarang, jangan tunggu besok, lusa, atau hanya menunggu kalau anggaran ada,” kata Ita.

Dia mencontohkan pengalaman sebuah desa di India, yang berhasil membangun tradisi yang layak diteladani. Di desa itu, setiap kelahiran satu bayi perempuan, warga wajib menanam 111 bibit pohon.

“Tradisi ini untuk menyambut kelahiran seorang bayi perempuan, dan dampaknya desa itu memiliki kawasan hutan yang semakin luas,” ujar Ita.

Legenda Lokal Perlu Dihidupkan Kembali untuk Kelestarian Kalimantan
Sebagian peserta web binar SGPP-KWI, Sabtu (27/11/2021) mengenai pemulihan ekologis. Foto: DOK/ruai.tv

Tak cukup sekadar menanam pohon, sikap bijak menggunakan bahan plastik juga jadi sorotan. Perilaku membuang sampah plastik sembarangan, telah berkobtribusi turut merusak bumi.

Baca juga: Bupati Temui Pengungsi di Kuburan: “Dah Berope Ari Ngungsi?”

Web binar ini juga diselingi pembacaan puisi, yang mengisahkan perasaan bingung seorang anak terhadap perubahan iklim yang masih sulit dimengerti kalangan generasi muda. Seperti cuaca yang bisa berubah mendadak, atau kalangan muda yang tak lagi mengenal hutan.

Dorothea Pane Melia, pelajar SMP Bruder Pontianak, tampil membacakan puisi berjudul “Mencari Hijau yang Dulu.”
Sebelumnya, Bupati Sanggau Paolus Hadi, tampil sebagai pembicara kunci. Paolus menyebut, peran serta masyarakat menjaga hutan, di antaranya dengan perjuangan atas hutan adat.

Sehingga masyarakat yang hidup di sekitar dan kawasan hutan, tidak sekadar dituntut menjaga, namun juga menerima manfaat ekonomis untuk kehidupan mereka. (SVE)

Advertisement