Arsip

Makam Batu Liang Suaya, Tempat Semayam Raja dan Bangsawan Toraja

makam batu Toraja
Makam Raja dan Bangsawan Toraja di kawasan Cagar Budaya Liang Suaya di Kecamatan Sangalla. Foto: DOK/ruai.tv
Advertisement

TORAJA UTARA, RUAI.TV – Satu di antara rangkaian kegiatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2023 berupa kunjungan ke makam para leluhur. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyekenggarakan HIMAS 2023 dengan Tana Toraja sebagai tuan tumah.

Seluruh kegiatan terpusat di Kampung Adat Ke’te’kesu’,  Kecamatan Kesu’, Kabupaten Toraja Utara. Rangkaian kegiatan berlangsung dalam rentang 6 Agustus hingga berpuncak pada 9 Agustus 2023.

Makam leluhur yang dikunjungi adalah Makam Batu di kawasan Cagar Budaya Liang Suaya di Kecamatan Sangalla. Cagar budaya ini merupakan kawasan bukit batu, yang dijadikan tempat pemakaman para Raja dan keturunan Bangsawan Sangala. Deretan patung berusia ratusan tahun menghiasi setiap sisi tebing batu.

Advertisement

Baca juga: Sengketa Wilayah Adat, AMAN Sediakan Bantuan Hukum Melalui PPMAN

Pada 1972 pemakaman Puang Laso Rinding atau Raja Sangalla terakhir tercatat sebagai Upacara Pemakaman Rambu Solo terbesar dan meriah di Tana Toraja. Rambu Solo merupakan upacara pemakaman dalam tradisi Agama Aluk Todolo.

Ada kewajiban menurut tradisi ini agar pihak keluarga almarhum menyelenggarakan sebuah pesta. Perta ini sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.

Umumnya makam Raja atau Bangsawan yang menganut kepercayaan Aluk Todolo ditempatkan di tebing batu. Sedangkan bagi keturunan bangsawan yang memeluk agama Kristen dan Islam ditempatkan di bawah tebing. Inilah yang membedakan kuburan Batu Liang Suaya dengan kuburan batu lainnya di Toraja.

Baca juga: PB-AMAN Gugah Kaum Muda Rawat Kearifan Lokal

Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, menuturkan, kawasan Liang Suaya merupakan tempat pemakaman keluarga. Tidak ada pembatasan agama, baik yang menganut agama leluhur Aluk Todolo, maupun yang telah beragama Kristen, Katolik, dan Islam.

Hal ini sebagai bentuk komunikasi antara manusia dengan para leluhur, yang mengedepankan toleransi dalam tradisi masyarakat adat Toraja.

makam batu Toraja
Ziarah di Makam Raja dan Bangsawan Toraja di kawasan Cagar Budaya Liang Suaya di Kecamatan Sangalla. Foto: DOK/ruai.tv

“Suaya ini adalah kuburan liang batu tempat bangsawan-bangsawan, petinggi-petinggi dari Sangalla ada di sini. Ini adalah tempatnya bapak saya (Laso’ Sombolinggi) beristirahat untuk selama-lamanya. Kakek saya juga ada disini,” ujar Rukka Sombolinggi.

Baca juga: Tinggal Seorang, Penganut Agama Leluhur yang Bisa Pimpin Ritual Adat Ma’to’doran

Dia menyebut, tempat itu selalu dijaga dan dikunjungi. Mereka senantiasa menyapa para leluhur melalui doa. Sekaligus memohon penguatan, agar keluarga yang ditinggalkan tetap kuat menjalani kehidupan sehari-hari.

“Kuburan tua ini sudah lebih dari 100 tahun. Dan ini menunjukkan, kuburan ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Menunjukkan masyarakat adat di Sangalla ini sudah ada sebelum Indonesia Merdeka,” kata Rukka Sombolinggi.

Umumnya komunitas adat setempat menggelar ritual ma’ nene’ setelah panen. Ritual ini berupa tradisi membersihkan jenazah yang telah meninggal puluhan bahkan ratusan tahun, atau yang telah berbentuk mumi. Mereka melakukan ritual ini untuk menghormati sekaligus memperkuat hubungan dengan leluhur.

makam batu Toraja
Makam Raja dan Bangsawan Toraja di kawasan Cagar Budaya Liang Suaya di Kecamatan Sangalla. Foto: DOK/ruai.tv

Baca juga: PB AMAN Diskusikan Posisi Hukum Adat di Hadapan Hukum Negara

“Tetapi ada juga kampung-kampung yang tidak melaksanakan ritual ma’ nene’ karena berbagai alasan-alasan. Tapi wajib dilaksanakan minimal 8 tahun sekali,” tutur Rukka Sombolinggi.

Bagi anggota komunitas adat yang tinggal jauh dari kampung, mereka melakukan cara tersendiri. Seperti, jika memasak makanan untuk acara besar, pasti menyisihkan sebagian yang diperuntukkan bagi roh para leluhur.

Ada pantangan menyiangi kubur sebelum panen padi. Sebab, bisa mengundang hama yang memangsa tanaman padi para petani.

Bagi suku Toraja, jarak antara manusia dengan para leluhur hanya sebatas ujung rumput, atau sebatas samping rumah. Itu sebabnya, berkunjung ke makam leluhur menjadi suatu kewajiban untuk menjaga hubungan agar tetap erat, meski berada di alam yang berbeda. (AD/RED)

Advertisement