SANGGAU, RUAI.TV – Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) Pontianak, meluncurkan buku yang berjudul “Cerita Pangan Masyarakat Adat di Perbatasan”.
Peluncuran buku diselenggarakan di Dusun Guna Banir, Desa Sungai Tekam, Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau. (Kamis, 29 Mei 2025)
Buku yang di inisiasi oleh Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih ini, berangkat dari hasil refleksi dan rasa keprihatinan selama melakukan pendampingan di wilayah Perbatasan, khususnya Masyarakat Adat Dayak Iban Sebaruk, sejak tahun 2014 lalu.
Buku yang terdiri dari 4 bab setebal 200 halaman ini bercerita tentang keberlanjutan sistem pangan masyarakat setempat, yang erat hubungannya dengan hutan dan alam sekitar. Bukan hanya sekedar pangan yang di hidangkan saja, tetapi bicara tentang bagaimana sistem keberlanjutan sebuah pangan yang menjadi kebutuhan hidup sehari-hari di masyarakat bisa tetap terjaga dan berkelanjutan sampai ke generasi yang akan datang.
Program penulisan buku dimulai dari tahun 2021, yang di ambil dari data hasil diskusi bersama masyarakat tentang sistem pangan yang ada di guna banir, yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati (flora dan fauna), baik yang masih ada saat ini, maupun yang sudah punah. Termasuk yang berkaitan dengan ketersediaan lahan tanah dan hutan, untuk memastikan apakah masyarakat masih mampu untuk mengadakan pangan itu sendiri.
Dampak Peralihan Fungsi Hutan dan Lahan Akibat Perkebunan Skala Besar
Dari penuturan masyarakat setempat, sejak tahun 2006 wajah perbatasan (Malaysia) di Kabupaten Sanggau mengalami perubahan besar. Yang dulunya hutan hijau membentang luas, kini beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit skala besar. Masyarakat kehilangan hutan yang sangat luar biasa. Beberapa keanekaragaman hayati turut punah. Dampak lebih buruk yang dirasakan oleh masyakat, hilangnya sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Keterlibatan Masyarakat Adat di Penulisan Buku
Ketua Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih, sekaligus Inisiator penulisan buku, Twiseda Mecer menyampaikan. Buku “Cerita Pangan Masyarakat Adat di Perbatasan” ditulis Bersama masyarakat untuk membangun kesadaran kembali, khususnya kepada generasi muda bahwa mereka merupakan pilar utama untuk menjaga sisa-sisa hutan yang masih ada.
“Penulisan buku ini menggunakan metode partisipatif. Posisi kami hanya memfasilitasi. Riset kami lakukan bersama masyarakat. Seluruh pengetahuan yang ada di dalam buku ini benar-benar murni berasal dari masyarakat. Pihak yang terlibat, mulai ari kelompok Perempuan Adat, Pengurus Adat, Temenggung Iban Sebaruk Tanah Kedih, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Generasi Muda dan Kelompok Masyarakat Kategori Lansia”, ujarnya.
Harapan Besar Kepada Generasi Muda
Twiseda Mecer berharap. Momen ini tidak hanya menjadi eforia sesaat, tapi justru sebagai Langkah awal bagi masyarakat. Dimana ternyata dari hasil penulisan ini, masyarakat menyadari bahwa kita sudah mengalami kehancuran yang luar biasa. Apa yang harus dilakukan masyarakat. Bagaimana mereka bisa membawa generasi muda untuk menjaga dan melestarikan apa yang masih bisa dijaga.
“Di dalam buku ini juga menyampaikan bahwa tantangan di masa depan adalah akan kehilangan lagi system pertanian. Salah satunya misalnya berladang. Kenapa ini bisa terancam punah, karena system pertanian ladang ini juga membutuhkan lahan yang cukup memadai. Dengan kondisi saat ini, hutan yang semakin berkurang, lahan yang semakin habis karena sudah beralih fungsi, besar kemungkinan di masa depan praktek praktek tradisi perladangan yang masih menjadi harapan bagi masyarakat pada saat ini, tidak bisa di laksanakan lagi” tutupnya.
Reporter : Albert Dedi
Editor : Sofian
Leave a Reply