KETAPANG, RUAI.TV – Tugu Perdamaian yang berada di wilayah Kerajaan Ulu Aik di Kabupaten Ketapang, menjadi tempat yang sakral. Tugu atau “pontik” dalam sebutan lokal, menandai hubungan yang harmonis antara sesama manusia dengan leluhur, serta Tuhan yang Maha Esa.
Sebuah ritual adat berlangsung di wilayah tersebut, yakni di Dusun Selakauan, Desa Mekar Jaya, Kecamatan Air Upas. Ritualnya berbentuk pencabutan dan pendirian kembali pontik berupa balok kayu berbalut kain kuning di bagian atasnya.
Saat ini, Kerajaan Ulu Aik memiliki seorang raja ke-51 bernama Petrus Singa Bansa. Sekretaris Daerah (Ketapang), Alexander Wilyo, telah lama dinobatkan sebagai sebagai Patih Jaga Pati Laman Sembilan Domong Sepuluh Kerajaan Ulu Aik. Alexander bergelar Raden Cendaga Pintu Bumi Jaga Banua.
Baca juga: Gelar Macan Singa Pati Layang untuk Ketua DAD Parindu
Kerajaan Ulu Aik, juga kerap disebut sebagai Hulu Arai, namun maknanya sama. Menyebut suatu wilayah yang berada di daerah perhuluan Sungai Kerio.
Ritual pencabutan dan pendirian kembali Tugu Perdamaian Kerajaan Ulu Aik, terselenggara pada Jumat (28/4/2023). Sejumlah tokoh adat, organisasi masyarakat (ormas), warga setempat dan beberapa pejabat, tampak di lokasi ritual.
Alexander berpesan, agar pontik ini dirawat sebaik-baiknya. Sebab, keberadaan pontik tersebut menjadi konsentrasi hubungan manusia dengan leluhur, maupun dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam sebutan lokal adalah “Duata Perimbang Alam Bumi Tanah Arai”.
Baca juga: Naik Dango Landak Berakhir, Heri Saman Harapkan Berkelanjutan
“Rawat pontik ini, jangan dirusak, jangan dikotori, supaya tidak menjadi bala atau malapetaka. Ini adalah tempat yang kita sakralkan. Bukan artinya kita menyembah kayu,” kata Sekda Alexander.
Kerajaan Ulu Aik
Sekda menyebut, ritual adat di tempat ini menjadi bagian dari upaya melestarikan kekhasan tradisi Dayak. Dia juga memaparkan Kerajaan Ulu Aik di masa lalu terhubung dekat dengan Kerajaan Tanjungpura kuno, sebagaimana bukti-bukti sejarah.
Seperti, di Desa Sengkuang ada artefak berupa batu lingga dengan tulisan huruf palawa kuno yang sudah berlumut. Perkiraan usianya ribuan tahun.
Baca juga: Sekda Ketapang: Ubah Birokrasi yang Lambat dan Berbelit
“Artinya, sejak dulu sudah ada hubungan dengan Majapahit. Jika mengingat cerita Raja Siak Bahulun yang merupakan Raja Dayak, memiliki anak bungsu bernama Dayang Putong. Nama lainnya, Putri Junjung Buih,” tutur Alexander.
Dalam legenda itu, anak bungsu Raja Majapahit bernama Prabu Jaya tiba dalam pelayaran di Pulau Kalimantan. Prabu Jaya bertemu dengan Dayakng Putong dan menikahinya. Dari sinilah cikal bakal Kerajaan Tanjungpura kuno.
Baca juga: Ketapang Akan Pecah Jadi Tiga Kabupaten
Dengan latar legenda ini, Sekda mengingatkan masyarakat Dayak harus berdaulat secara budaya. Agar memiliki jati diri dan harga diri, dengan tetap menjungjung “Adat Jalan Jambatan Titi Kerosek Mula Tumbuh Tanah Mula Manyadi.”
Selain harus berdaulat secara ekonomi, juga secara politik dengan berperan sebagai pemimpin di daerah sendiri.
“Jangan malu, jangan minder jadi orang Dayak. Karena leluhur dan orang-orang tua kita adalah orang hebat. Dan zaman sekarang kita bisa menjadi orang-orang hebat,” ujar Alexander. (RED)
Leave a Reply