“Begitu mendengar suara durian jatuh, taraaaaas….tum! Kami berlarian menuju sumber suara. Bahagia rasanya menikmati buah durian langsung di bawah pohonnya,” tutur Selewin.
Selewin menginap di hutan itu bersama rekan-rekannya yang bekerja di lembaga Credit Union maupun yang mengabdi sebagai guru. Aktivitas ini mereka rasakan sebagai penyeling keseharian yang penat oleh banyaknya urusan dan keterbatasan akibat pandemi.
“Saat seperti itu, lupa kalau dunia sedang dilanda pandemi. Andaikan semua orang sadar pentingnya menjaga hutan, rasa-rasanya kita tak bakal kehilangan harapan untuk selalu hidup sehat,” ujar Selewin yang juga pendiri Komunitas Pecinta Alam Simpang Hulu (KomPASH).
Baca juga: Jelang Musim Buah di Kalimantan, Begini Ritual Adatnya
Secara rutin, KomPASH juga mengedukasi anggotanya dengan mengunjungi sejumlah objek wisata alam. Meski belum ditetapkan sebagai objek wisata resmi, beberapa area air terjun dan hutan tropis, termasuk bukit-bukit, telah menjadi area penjelajahan para aktivis komunitas ini.
“Saya pikir, jika saja pemegang kebijakan mau memberi perhatian, wisata musiman dan wisata minat khusus seperti menginap di hutan saat musim buah, bisa menjadi daya tarik daerah,” kata Selewin.
Kini, musim buah sudah menapaki penghujungnya. Durian pelan-pelan mulai jarang ditemukan lagi karena–dalam istilah daerah: “dah labas” atau sudah berakhir. (SVE)
Leave a Reply