KUTAI KARTANEGARA, RUAI.TV – Negara melalui UUD 1945 telah mengakui keberadaan dan hak-hak tradisional Masyarakat Adat. Namun, kenyataan di lapangan justru menampilkan ironi. Komunitas adat terus menghadapi kriminalisasi atas perjuangan mempertahankan tanah leluhur mereka.
Pasal 18B Ayat 2 UUD 1945 menyatakan dengan tegas bahwa negara menghormati kesatuan masyarakat hukum adat selama masih hidup dan sesuai perkembangan zaman serta prinsip NKRI. Meski konstitusi memberikan jaminan, aparat dan sistem hukum justru menekan Masyarakat Adat lewat berbagai aturan.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat 687 konflik agraria dalam satu dekade terakhir di wilayah adat yang mencakup 11,07 juta hektare. Konflik ini telah menjerat lebih dari 925 warga adat dalam pusaran kriminalisasi. Sepanjang Januari hingga Maret 2025 saja, 113 kasus kriminalisasi kembali terjadi di berbagai wilayah adat.
Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, dalam pembukaan Rakernas AMAN ke-VIII di Wilayah Adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang, Kabupaten Kutai Kartanegara, menyuarakan perlawanan atas tindakan sistematis ini.
“Ketika kami mempertahankan wilayah adat dari perampasan, hukum justru menyebut kami kriminal. Itulah kriminalisasi. Negara sengaja menjadikan para pemimpin perjuangan adat sebagai pelanggar hukum, padahal tujuan utamanya jelas: melemahkan perjuangan kami,” tegas Rukka.
Ia juga menyoroti pihak-pihak yang merampas wilayah adat dan berlindung di balik aturan hukum. Menurutnya, mereka memang mendapat perlindungan hukum, tetapi kehilangan legitimasi moral dan konstitusional.
“Mereka legal secara hukum, tapi tidak sah secara konstitusi. Mereka melanggar UUD saat menguasai tanah adat. Jadi, kita harus ingat: legal but not legitimate,” tambahnya.
Ketua Dewan Aman Nasional (DAMANNAS), Stefanus Masiun, juga menegaskan pentingnya posisi Masyarakat Adat dalam pembangunan nasional. Ia mengangkat tema Rakernas tahun ini: “Perkuat Resiliensi Masyarakat Adat di Tengah Pembangunan yang Merusak.”
“Masyarakat Adat sudah ada sebelum negara berdiri. Jumlah kami mencapai 70 juta jiwa. Kami tidak meminta belas kasih, kami menuntut hak konstitusional. UUD 1945 mengakui keberadaan kami. Jadi, perjuangan ini sah dan harus terus berjalan,” tutup Masiun.
Leave a Reply