Arsip

Hutan Lindung dan Tanah Adat 6 Desa Masuk Konsesi Perusahaan

perusahaan sawit garap hutan adat
Tanah Adat di Desa Sekaih, Kecamatan Ketungau Hulu digusur perusahaan sawit. Foto: IST/ruai.tv
Advertisement

SINTANG, RUAI.TV – Sebuah perusahaan kelapa sawit diduga menggarap kawasan hutan lindung dan tanah adat di enam desa di Kecamatan Ketungau Hulu, Kabupaten Sintang. Enam desa ini adalah Desa Sungai Bedugau, Sedangu, Sekaih, Sungai Kelik, Idai, dan Naga Bayan.

Perusahaan tersebut bernama PT Permata Lestari Jaya (PLJ). Masyarakat heran, bagaimana bisa terbit Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut yang mencakup kawasan hutan lindung dan tanah adat.

Akibatnya, warga di enam desa tidak bisa menggunakan hutan dan tanah untuk kebutuhan hidup. Mereka juga tidak bisa membuat sertifikat tanah hak milik, seperti Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari Presiden Jokowi.

Advertisement

Baca juga: Calon Lebih dari 5, Kandidat Kades di Ketapang Disaring Tes Tertulis

Luasan hutan yang digarap oleh perusahan bervariasi. Mulai dari 100 hingga 300 hektar di setiap desa.

Kepala Desa Idai, Tingsung, mengatakan, di desanya sendiri, lebih dari 100 hektar tanah adat dan hutan lindung telah perusahaan garap. Sepekan terakhir, perusahaan ini membuka tanah adat di Desa Sekaih, membuat kayu-kayu berukuran besar ikut tergusur.

“Kami mempertanyakan pemerintah memberi izin ke perusahaan itu. Karena kami tidak bisa membuat sertifikat tanah karena masuk HGU,” katanya kepada redaksi ruai.tv, Kamis (18/05/2023).

Baca juga: 638 Jamaah Calon Haji Pontianak Bersiap ke Tanah Suci

Tingsung menyebut, perusahaan sawit itu juga melakukan aktivitas galian C tanpa izin. Material dari galian C itu untuk penimbunan jalan perusahaan.

“Itu juga perlu dipertanyakan izinnya,” kata Tingsung.

Ia berharap, pemerintah pusat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mabes Polri meninjau izin perusahaan ini. Apalagi areal konsesi berada di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia, yang jauh dari pengawasan dan pantauan pemerintah.

Baca juga: Malam-malam, Pemotor di Jl Tanjungpura Bawa Parang

Tingsung menuturkan, awal perusahaan sawit masuk ke desanya pada 2012. Saat itu perusahaan berjanji mensejahterakan masyarakat.

Membuka lapangan pekerjaan dengan melibatkan warga setempat sebagai karyawan. Perusahana menyampaikan pernyataan ini melalui kegiatan sosialisasi.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat yang menyerahkan lahan justru tidak mendapatkan hak atas lahan plasma. Perusahaan menjanjikan pembagian hasil 70:30 terhadap Ganti Rugi Tanam Tumbuh (GRTT) yang tak terealisasi. Jumlah seluruh lahan plasma milik masyarakat yang belum merasakan hasilnya seluas 300 hektare.

Baca juga: Dua Parpol di Sanggau Ini Tak Ajukan Caleg DPRD

Masyarakat sudah kerap menyampaikan masalah ini kepada pemerintah Kabupaten Sintang dan pihak perusahaan. Hingga saat ini belum ada solusi yang muncul.

Belum lama ini, masyarakat menyampaikan persoalan ini melalui aksi damai di Kantor Bupati Sintang. Warga berharap persoalan ini segera menjadi perhatian sebelum terjadi konflik sosial.

Sampai berita ini tayang, redaksi ruai.tv masih berupaya mengkonfirmasi pihak perusahaan terkait permasalahan ini. (TS)

Advertisement