PONTIANAK, RUAI.TV – Tradisi menyalakan petasan saat Imlek umum terjadi di kalangan Tionghoa. Di malam Imlek, ketika hari berganti tepat pukul 00.00, suara petasan sahut-sahutan.
Suasana pandemi mengakibatkan tak ada keramaian di tempat umum. Warga Tionghoa menyalakan petasan di halaman rumah masing-masing.
Seperti yang dikukan Merry Agustina (21) bersama keluarganya di kawasan Pontianak Timur, Kalimantan Barat. Malam itu keluarga inti-nya berkumpul, sambil menanti peralihan tahun menurut kalender Imlek, yang hari pertamanya pada Jumat (12/02/2021) menurut kalender Masehi.
“Kami menyalakan petasan supaya hoki masuk ke dalam rumah keluarga kami,” tutur pemilik nama Shiau Ping ini kepada ruai.tv
Setelah pada pergantian hari, mereka kembali menyalakan petasan pada paginya pukul 06.00. Itulah kegiatan pembuka hari baru.
Imlek sebagai perayaan tradisi, tidak dibatasi oleh sekat-sekat agama. Tidak hanya warga Tionghoa yang beragama Kong Hu Cu atau Budha yang merayakannya.
Kalangan Tionghoa yang yang menganut agama lainpun turut serta. Biasanya memulai hari baru dengan beribadah sesuai agamanya masing-masing.
Merry dan keluarga yang menganut Katolik Roma, juga menjalankan kebiasaan itu. Di masa sebelum pandemi, setelah menyalakan petasan di pagi hari, mereka pergi ke Gereja untuk berdoa. Gereja Katolik Roma di Kalimantan Barat selalu menggelar Misa Imlek.
“Tapi tahun ini kami sekeluarga tidak ke Gereja, mengingat masih pandemi. Jadi cukup berdoa di rumah saja, memohon berkat dari Tuhan,” ucap Merry.
Baca juga:
Misa Imlek, Ini Pesan Uskup Agung Pontianak
Konyen, Apa Sih Artinya?
Bambu Hoki, Si Hijau di Antara Nuansa Merah
Imlek Telah Tiba, Begini Ucapan Selamatnya
Hari-hari pertama perayaan dilewatkan dengan quality time bersama keluarga inti. Pembatasan untuk berjumpa sanak-saudara yang jauh, membuat mereka mengucapkan selamat hari raya melalui perangkat seluler.
“Untuk keluarga jauh, kami melakukan video call, mengucapkan Sin Cia Ju Ee secara daring. Cuma ada beberapa rumah keluarga tertua yang menurut kami wajib banget dikunjungi,”kata Merry.
Binatang Buas
Penyalaan petasan di masa Imlek memiliki asal-usulnya sendiri. Budayawan Tionghoa di Pontianak, Lie Sau Fat atau XF Asali, menuliskannya dalam buku “Aneka Budaya Tionghoa Kalimantan Barat”.
Seperti ditulis Asali, pembakaran mercon berdasarkan legenda, pada zaman dahulu setiap hari terakhir menjelang pergantian tahun akan muncul sejenis binatang buas yang memangsa apa saja yang dijumpainya.
Binatang buas yang muncul setahun sekali itu dinamakan Nian Show (Nian berarti tahun; Show berarti binatang). Untuk menjaga keselamatan keluarga, menjelang tahun baru, semua pintu dan jendela rumah penduduk ditutup rapat hingga hari maut itu berlalu. Masing-masing keluarga berkumpul di rumah.
Selang beberapa tahun ternyata Nian Show tidak lagi muncul, sehingga tidak ingat lagi ada Nian Show yang buas itu dan tidak ada lagi tindakan preventif bila ada serangan Nian Show.
Sampai akhirnya pada suatu tahun makhluk buas itu datang kembali, menyerang dan memangsa semua makhluk yang ditemukannya.
Namun beberapa rumah penduduk berhasil terhindar dari serangan, yang ternyata karena kebetulan rumah-rumah itu sedang mengadakan pesta kawin atau hari ulang tahun. Di atas pintu rumah mereka secara tradisi budaya digantungkan kertas merah yang bertuliskan kata-kata arif dan bijak.
Asali menuliskan, mercon dahulu bukan seperti sekarang yang memakai mesiu. Tetapi dengan tumpukan bambu-bambu utuh yang dikeringkan lalu dibakar sehingga timbul bunyi seperti petasan.
Sejak itu setiap akhir tahun masyarakat Tionghoa menggantungkan kain merah, lampion merah atau kertas merah di rumah-rumah dengan ditulisi kata-kata bijak, serta membakar mercon sebanyak mungkin untuk menakuti dan mengusir makhluk jahat Nian Show. (SVE)
Leave a Reply