Keempat, “Dalam penegakan hukum adat Dayak di Kalimantan diharapkan dapat menciptaan kondusifitas keamanan sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Kelima, “Mendorong sinergisitas pengamalan ideologi Pancasila dalam Kebudayaan Dayak, bekerjasama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).”
Keenam, “Mengembalikan nama wilayah administrasi pemerintahan yang tidak sesuai kearifan lokal, demi mewujudkan identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan internasional.”
Lihat juga: Alat Musik Silotung Dayak Bidayuh – VIDEO
Ketujuh, “Menuntut diakomodirnya Kebudayaan Dayak dalam diplomasi kebudayaan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, melalui Program Indonesia Arts and Culture Scholarship (IACS) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, melalui Wonderful Indonesia, seiring diplomasi kebudayaan menjadi tren sebagai alat berdiplomasi antar negara pada abad ke-21.”
Para narasumber dalam diskusi ini berasal dari berbagai latar belakang keilmuan. Mereka adalah Dr Yulius Yohanes, Sekretaris Jenderal DOI; Dr Kristianus Atok, anthropolog yang mengajar di Sekolah Tinggi Agama Katolik Negeri (StakatN) Pontianak.
Salfius Seko, MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak, dan Tobias Ranggie, praktisi hukum dan Ketua Peradilan Adat dan Hukum Adat MHADN. (*/SVE)
Leave a Reply