Arsip

Saksi Tegaskan Postingan Rizky Kabah Dinilai Hina Identitas dan Budaya Dayak

Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua saksi, yakni Ferdy Santoso dan Iyan Bagago selaku Ketua Umum Mangkok Merah dalam Sidang perkara dugaan ujaran penghinaan terhadap suku Dayak dengan terdakwa Rizky Kabah. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

PONTIANAK, RUAI.TV – Sidang perkara dugaan ujaran penghinaan terhadap suku Dayak dengan terdakwa Rizky Kabah kembali bergulir di pengadilan Negeri Pontianak dengan agenda pemeriksaan saksi, Senin (15/12).

Jaksa Penuntut Umum menghadirkan dua saksi, yakni Ferdy Santoso dan Iyan Bagago selaku Ketua Umum Mangkok Merah, untuk memberikan keterangan terkait awal mula kasus tersebut mencuat hingga dilaporkan ke aparat penegak hukum.

Di hadapan majelis hakim, Ferdy Santoso menjelaskan dirinya pertama kali mengetahui adanya dugaan penghinaan terhadap suku Dayak melalui media sosial. Ia melihat sebuah video yang beredar luas dan dibagikan ke berbagai grup WhatsApp, yang bersumber dari akun terdakwa di platform TikTok dan Instagram Reels.

Advertisement

“Saya mengetahui dari media sosial. Video itu dibagikan ke grup WhatsApp dan menyebutkan pernyataan yang mengaitkan suku Dayak dengan ilmu hitam serta menyinggung rumah betang,” kata Ferdy di persidangan.

Ferdy menegaskan, pernyataan dalam unggahan tersebut tidak sesuai dengan nilai dan tradisi masyarakat Dayak. Ia menjelaskan bahwa rumah betang atau rumah radang merupakan simbol identitas dan kebudayaan Dayak yang berfungsi sebagai tempat berkumpul, bermusyawarah, dan melaksanakan tradisi adat, bukan seperti yang digambarkan dalam video tersebut.

Menindaklanjuti unggahan itu, Ferdy mengaku menghadiri pertemuan sejumlah organisasi Dayak (organda) yang digelar di Rumah Betang Sutoyo.

Dalam pertemuan tersebut, para tokoh adat dan perwakilan organisasi membahas isi unggahan terdakwa dan menyimpulkan adanya ketidaksesuaian serta muatan yang dinilai merendahkan martabat suku Dayak.

“Dalam diskusi itu kami sepakat bahwa pernyataan dalam postingan tidak benar dan mencederai identitas suku Dayak,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan jaksa, Ferdy juga menegaskan bahwa masyarakat Dayak tidak mengenal praktik ritual ilmu hitam untuk menyakiti orang lain. Menurutnya, tradisi dan ritual Dayak semata-mata bertujuan menjaga warisan budaya leluhur dan keseimbangan hidup.

“Tidak pernah ada ritual ilmu hitam seperti yang dituduhkan. Yang ada hanya tradisi adat yang diwariskan nenek moyang,” tegas Ferdy.

Ia juga menyatakan bahwa hingga perkara ini bergulir ke pengadilan, terdakwa tidak pernah menyampaikan permintaan maaf kepada pihak yang merasa dirugikan. Ferdy menilai, jika unggahan tersebut dibiarkan, maka akan membentuk citra negatif terhadap suku Dayak di mata publik.

“Kalau dibiarkan, ini bisa membuat image suku Dayak menjadi buruk,” katanya.

Ketika majelis hakim menggali lebih jauh, Ferdy mengakui dirinya tidak melihat langsung unggahan tersebut dari akun asli terdakwa, melainkan dari video yang dibagikan di grup. Namun, ia menekankan bahwa respons di dalam grup menunjukkan banyak pihak merasa terhina atas pernyataan tersebut.

Ia menyebut laporan ke polisi dilakukan oleh sejumlah organisasi, termasuk Mangkok Merah, Pemuda Dayak, serta organisasi Dayak lainnya yang memberikan kuasa kepadanya. Terkait penyelesaian adat, Ferdy menyampaikan bahwa hingga kini belum ada sanksi adat yang dijatuhkan.

Meski demikian, pihak pelapor berharap mekanisme adat tetap dapat diberlakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas pernyataan yang dinilai menghina identitas suku Dayak.

Advertisement