Arsip

PMKRI Kalbar Serukan Hentikan Kriminalisasi Masyarakat Adat: Hukum Adat Harus Dihormati

Komda VII PMKRI Kalimantan Barat menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya konflik antara perusahaan dan masyarakat adat yang terjadi di berbagai wilayah Kalbar. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

PONTIANAK, RUAI.TV – Komda VII PMKRI Kalimantan Barat menyuarakan keprihatinan atas meningkatnya konflik antara perusahaan dan masyarakat adat yang terjadi di berbagai wilayah Kalbar.

Ketua Komda PMKRI Regional VII Kalbar, Endro Ronianus, menegaskan bahwa masyarakat adat terus menghadapi tekanan dan kriminalisasi saat mempertahankan hak ulayat dan menjalankan hukum adat di tengah ekspansi industri.

Endro menyoroti maraknya kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat, terutama dalam sengketa lahan dan tuduhan pencurian buah sawit. Menurutnya, aparat penegak hukum dan perusahaan kerap mengabaikan keberadaan hukum adat yang selama ini menjadi tatanan utama dalam kehidupan masyarakat di wilayah adat.

Advertisement

“Banyak kasus bermula dari konflik agraria, lalu masyarakat dituduh mencuri di tanahnya sendiri. Ini jelas bentuk ketidakadilan,” ujar Endro.

PMKRI Kalbar menegaskan bahwa hukum adat memiliki dasar konstitusional yang kuat dalam sistem hukum nasional. Endro merujuk sejumlah payung hukum yang memperkuat keberadaan dan peran hukum adat, seperti:

  1. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945: Negara mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat.
  2. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 6 Ayat (1): Pemerintah wajib melindungi hak masyarakat hukum adat.
  3. Putusan MK No. 35/PUU-X/2012: Menegaskan bahwa hutan adat bukan milik negara, melainkan hak masyarakat adat.
  4. Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP): Masyarakat adat berhak mengelola tanah dan sumber dayanya tanpa paksaan.

Endro menyampaikan seruan penting kepada semua pihak. Ia meminta perusahaan menghentikan klaim sepihak atas wilayah adat dan mematuhi prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) dalam seluruh aktivitas bisnis di kawasan adat.

Ia juga mendorong aparat penegak hukum agar tidak bersikap represif atau berpihak kepada korporasi saat menangani konflik agraria.

“Negara harus membuka ruang mediasi, bukan langsung menangkap warga adat. Hukum adat wajib menjadi bagian dari proses penyelesaian konflik,” tegas Endro.

PMKRI Kalbar juga mendesak pemerintah segera menetapkan wilayah hukum adat secara formal, sebagai bentuk perlindungan nyata terhadap komunitas adat. Ia menekankan bahwa kriminalisasi terhadap masyarakat adat harus dihentikan demi tegaknya keadilan substantif.

“Kami berdiri bersama masyarakat adat sebagai penjaga identitas budaya, lingkungan hidup, dan keadilan sosial. Hukum adat bukan penghambat pembangunan, melainkan fondasi keadilan yang harus dihormati oleh siapa pun baik perusahaan maupun negara,” pungkas Endro.

Dengan suara lantang, PMKRI Kalbar menegaskan posisi mereka dalam perjuangan melawan ketimpangan struktural yang mengancam hak-hak masyarakat adat di Kalimantan Barat.

Advertisement