KETAPANG, RUAI.TV – Dugaan penyerobotan kawasan hutan lindung oleh PT Agro Lestari Mandiri, anak perusahaan Sinarmas Group di Kecamatan Nanga Tayap, terus menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah.
Setelah temuan pelanggaran oleh tim gabungan bulan lalu, kini proses penanganan kasus tersebut masih menunggu keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pada Selasa, 24 Juni 2025 lalu, tim dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan bersama Forkopimcam Nanga Tayap, perwakilan perusahaan, dan masyarakat, menemukan bukti penggarapan kawasan hutan lindung oleh PT Agro Lestari Mandiri.
Selain membangun tanggul, perusahaan juga diduga menanam kelapa sawit di lahan yang berada di luar izin usaha. “Petugas bersama masyarakat langsung mematok area itu agar tidak lagi digarap,” ujar Marthen Dadiara, perwakilan KPH Ketapang Selatan.
Bahkan, satu unit ekskavator milik perusahaan ditemukan sedang beroperasi di dalam kawasan hutan lindung. Alat berat itu kemudian ditahan sebagai barang bukti, meskipun kunci ekskavator telah dikembalikan kepada pihak perusahaan setelah dibuat berita acara.
Namun, setelah lebih dari satu bulan, masyarakat Nanga Tayap masih mempertanyakan kelanjutan proses hukum atas pelanggaran tersebut. Warga setempat secara swadaya menjaga kebun yang telah dipasangi plang peringatan, agar tidak ada aktivitas lanjutan di kawasan yang diduga dilanggar.
Menanggapi hal tersebut, Kepala KPH Ketapang Selatan, Kuswadi, menegaskan bahwa proses masih terus berjalan. “Permasalahan yang ditanyakan saat ini prosesnya sedang menunggu surat jawaban dari Kementerian Kehutanan, sebagaimana arahan Bupati Ketapang,” jelas Kuswadi dikonfirmasi ruai.tv, Kamis, 24 Juli 2025.
Lebih lanjut, KPH Ketapang Selatan juga telah bersurat ke Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah III Pontianak untuk meminta rekonstruksi batas kawasan hutan lindung. Upaya ini dilakukan guna memastikan kepastian hukum dan kejelasan batas kawasan di lapangan.
Garap Hutan Lindung, Perusahaan Terancam Pidana Berat
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Herman Hofi Munawar, menegaskan bahwa aktivitas perusahaan di kawasan hutan lindung tanpa izin resmi merupakan tindak pidana serius yang bisa dijerat dengan berbagai sanksi hukum.
“Perusahaan yang beroperasi tanpa Hak Guna Usaha (HGU) bisa dijerat dengan pasal-pasal penyerobotan lahan, pelanggaran tata ruang, hingga pelanggaran perpajakan,” ujarnya.
Ia menekankan, pelanggaran ini menjadi lebih berat karena dilakukan di kawasan hutan lindung, wilayah yang memiliki fungsi vital sebagai penyangga ekosistem. Menurutnya, segala bentuk kegiatan di hutan lindung telah diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diperbarui melalui UU Cipta Kerja.
“Perusahaan nakal yang masuk dan menggarap hutan lindung tanpa dasar hukum yang sah, selain terancam pidana, juga bisa digugat secara perdata atas penguasaan tanah tanpa hak. Pemerintah atau pemilik sah lahan berhak menuntut ganti rugi,” jelasnya.
Herman juga menyebutkan bahwa sanksi administratif seperti penghentian kegiatan usaha, penyegelan fasilitas, hingga pengusiran dari area yang dikuasai secara ilegal juga dapat diterapkan. Ia menambahkan, status ilegal tidak membebaskan perusahaan dari kewajiban perpajakan.
“Meski ilegal, perusahaan tetap wajib membayar pajak atas seluruh kegiatan usahanya. Direktorat Jenderal Pajak berhak dan wajib melakukan pemeriksaan serta menjatuhkan sanksi administratif maupun pidana perpajakan,” tegasnya.
Ia menutup dengan peringatan bahwa pembiaran praktik semacam ini hanya akan memperburuk kondisi hukum dan lingkungan di Indonesia. “Negara harus hadir dan tegas dalam menindak praktik-praktik ilegal seperti ini. Jika dibiarkan, ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum, konflik sosial, dan kerusakan lingkungan yang parah,” pungkasnya.
Masyarakat berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) segera turun tangan.
Penanganan yang cepat dan tegas dinilai penting sebagai bentuk perlindungan terhadap hutan lindung serta penegakan hukum atas pelanggaran lingkungan oleh korporasi.
Leave a Reply