Arsip

Hendrikus Adam, Pejuang Lingkungan dari Binua Nahaya Tutup Usia Karena Sakit

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Barat, Hendrikus Adam tutup usia karena sakit. (Foto/Ist)
Advertisement

PONTIANAK, RUAI.TV – “Di balik fisiknya yang tampak sederhana, tersembunyi semangat luar biasa untuk membela lingkungan hidup.” Kalimat itu layak menjadi gambaran hidup almarhum Hendrikus Adam, aktivis lingkungan asal Kalimantan Barat yang meninggal dunia pada Selasa, 17 Juni 2025 di Pontianak, setelah berjuang melawan sakit.

Adam, begitu ia akrab disapa lahir pada 19 Juli 1982 di Kampung Nahaya, Desa Amboyo Selatan, Kabupaten Landak. Meski tubuhnya mungil, semangat dan komitmennya membela lingkungan hidup tidak pernah surut.

Dalam sunyi dan jauh dari sorotan panggung politik atau kemewahan, Adam menjalani hidupnya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, mempertahankan hutan, dan melawan keserakahan yang menggerus alam Kalimantan.

Advertisement

Awal Perjalanan Seorang Pejuang

Perjalanan perjuangan Adam dimulai dari kampus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak. Di bangku kuliah itulah kepeduliannya terhadap kondisi lingkungan semakin tumbuh.

Ia menyaksikan sendiri bagaimana pengembangan perkebunan sawit dan pertambangan liar mulai menggusur ruang hidup masyarakat adat. Kalimantan Barat yang kaya akan hutan tropis, tanah adat, dan sumber daya air mulai tercabik oleh kepentingan modal.

Keprihatinan itu menjelma menjadi panggilan hidup. Adam aktif dalam berbagai organisasi seperti Gerakan Mahasiswa Pencinta Alam (GEMPA), Jaringan Rakyat untuk Keadilan dan Perdamaian (JRKP), dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

Ia turut menggagas lahirnya Sahabat Lingkungan Kalimantan Barat (SALAK), sebuah organisasi sayap WALHI Kalbar.

Dari Jurnalis ke Aktivis Lingkungan

Sempat berkecimpung di dunia jurnalistik lewat Majalah Kalimantan Review sejak 2007, Adam fokus meliput isu-isu lingkungan, masyarakat adat, dan ketimpangan sosial. Namun kemudian ia memilih terjun sepenuhnya menjadi aktivis di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Sejak 2009, ia dipercaya memegang peran penting sebagai Kepala Divisi Riset dan Dokumentasi WALHI Kalimantan Barat.

Melalui perannya, Adam tak hanya mengumpulkan data, tetapi juga menjadi suara masyarakat yang tertindas. Ia turun langsung ke lapangan, menyuarakan penolakan terhadap pembabatan hutan, tambang emas ilegal, dan ekspansi sawit yang mengabaikan hak rakyat.

Perjuangan Tanpa Takut

Perjuangannya tidak tanpa ancaman. Adam pernah diintimidasi oleh aparat bersenjata saat mengisi pelatihan isu lingkungan di Bengkayang. Namun peristiwa itu tak membuatnya gentar. Ia tahu risikonya, namun keyakinannya lebih besar: lingkungan hidup dan hak masyarakat adat layak untuk diperjuangkan.

“Saya tidak disuruh atau dilarang orang tua. Tapi konsekuensinya saya tanggung sendiri,” kata Adam suatu ketika. Keberanian dan kejujuran seperti itu yang membuat banyak orang menaruh hormat padanya.

Warisan Pemikiran

Adam vokal menyuarakan kritik terhadap ekspansi sawit. Menurutnya, sawit tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga melahirkan konflik agraria dan kriminalisasi terhadap masyarakat. Catatan WALHI Kalbar menyebutkan antara 2008–2011 terjadi sekitar 280 konflik tanah dengan perusahaan sawit. Sementara dalam 13 tahun terakhir, Kalbar mengalami lebih dari 6.600 bencana ekologis.

Ia juga menyoroti krisis air bersih sebagai dampak nyata dari kerusakan lingkungan. Bahkan di Pontianak, masyarakat harus membayar mahal untuk mendapatkan air yang belum tentu bersih. “Negara kepulauan ini seharusnya tidak kekurangan air. Tapi hari ini, kita membayar mahal untuk air yang sudah tercemar,” ucapnya prihatin.

Pulang dalam Sunyi, Dikenang Sepanjang Waktu

Kepergian Hendrikus Adam meninggalkan duka mendalam bagi para pejuang lingkungan, masyarakat adat, dan rekan-rekannya di berbagai organisasi. Ia berpulang dalam senyap, tapi dedikasinya akan terus hidup dalam setiap suara yang memperjuangkan keadilan ekologis.

Adam adalah sosok langka. Ia tak banyak bicara tentang dirinya sendiri, tapi hidupnya adalah narasi panjang tentang keberanian, kesetiaan pada nilai, dan cinta pada bumi tempat ia lahir. Bukan jabatan, bukan penghargaan yang ia kejar, melainkan masa depan yang lestari bagi generasi mendatang.

Selamat jalan, Adam. Alam yang kau bela kini menjadi saksi, bahwa pernah ada satu jiwa yang tak lelah menjaga kehidupan.

Advertisement