PONTIANAK, RUAI.TV – Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Barat resmi menetapkan SH, pelaku penyelundupan BBM Subsidi jenis Solar di Kecamatan Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu sebagai Tersangka.
SH merupakan satu dari 4 (empat) orang yang ditetapkan sebagai tersangka dari kasus yang sama dan lokasi berbeda di Kalbar. Hanya saja pasca ditetapkan sebagai tersangka, pelaku penyimpangan BBM subdisi di Boyan Tanjung berinisial SH belum dilakukan penahanan oleh Polisi dengan alasan Kesehatan.
“Satu orang tersangka tidak dilakukan penahanan yaitu atas nama SH dari Kapuas Hulu, dikarenakan pada saat diamankan di Polda Kalbar yang bersangkutan sudah dalam kondisi sakit, namun kasus tetap berjalan,” kata Dirkrimsus Polda Kalbar, Kombes Pol Sardo Mangatur Pardamean Sibarani, melalui keterangan tertulisnya, Selasa (30/01/2024).
Dari tangan tersangka SH, Polisi menyita barang bukti berupa 1 (satu) set mesin penyedot, ± 3.800 liter Solar yang dimuat dalam 19 (sembilan belas) dengan keterangan 16 (enam belas) buah Drum seng kapasitas 200 per liter dan 3 (tiga) buah drum plastik kapasitas 220 per liter warna biru, 1 (satu) unit kendaraan roda enam warna kuning KB 8357 FB.
Barang Bukti tersebut diamankan di Samping rumah atau gudang milik SH, yang beralamat di Dusun Penemur RT 003/RW 001, Desa Teluk Geruguk, Kecamatan Boyan Tanjung, Kabupaten Kapuas Hulu.
Kombes Pol Sardo, menjelaskan, oleh tersangka SH, BBM Solar subsidi itu dijual kepada pelaku tambang illegal (PETI) di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu dengan harga diatas Harga Eceran Tertinggi (HET)
“Untuk modus operandinya yaitu para pelaku melakukan pengisian BBM Solar bersubsidi dengan cara mengantri di SPBU berulang kali untuk dikumpulkan di drum dan Jerigen, kemudian pelaku menjual BBM diatas harga HET yang dijual kepada pelaku tambang (PETI),” jelasnya.
Atas perbuatannya, pelaku SH dikenakan Pasal 55 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dengan ancaman hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 60 Milyar Rupiah. (RED)
Leave a Reply