Dalam kotbahnya, Paus Fransiskus merujuk pada rasul Santo Petrus yang sangat dekat dengan Yesus. Sekalipun dekat, Petrus seringkali mengalami krisis dan kegoncangan iman, ibarat hilang pandangan dari Yesus atau hilang pegangan padaNya. Pada saat-saat seperti itu, Petrus berjuang untuk kembali dekat dengan Tuhan dengan segala upaya, terutama kembali menghidupi imannya yang tengah rapuh.
“Puncak kegoncangan iman adalah penyangkalan terhadap Tuhan Yesus selama tiga kali, yang diakhiri dengan tangisan pilu. Poin ini menurut Paus memiliki pesan kuat. Beliau berpesan agar para imam yang mengalami masa-masa tangisan dalam hidup, menggunakan air mata itu untuk membersihkan hati, pikiran dan jiwa serta menjernihkannya untuk kembali menemukan jalan menuju Tuhan,“ jelas Rm Markus Solo yang mencatat pesan Paus Fransiskus tersebut.
Karena itu Paus Fransiskus berpesan, para imam diminta harus menghindari sikap kemunafikan klerikalis (clerical hypocrisy), yang hanya menjauhkan diri dari Tuhan. Upaya menjernihkan, membaharui dan menguatkan panggilan imamat diperoleh melalui penyesalan, penitensi, doa dan sikap ketulusan seperti anak-anak.
Yang perlu dicatat, ujar lebih lanjut Padre Marco, panggilan akrab Rm Markus Solo Kewuta, Paus juga mengucapkan terima kasih kepada para imam, yang bekerja keras demi pewartaan Injil di mana saja di dunia ini, sekalipun dalam kondisi sulit, kadang dengan perjuangan keras disertai airmata.
Paus menyebut istilah “heroic” atau kepahlawanan untuk para imam yang berjuang di medan keras.
“Terima kasih para imam terkasih atas keterbukaan dan ketaatan hati kalian. Terima kasih atas semua kerja keras dan air mata kalian. Terima kasih karena kalian membawa mukjijat kemurahan Tuhan kepada saudara-saudari kita di dunia saat ini. Semoga Tuhan menghibur kalian, menguatkanmu dan memberimu pahala,” tutur Paus Fransiskus.
Baca di halaman berikutnya…
Leave a Reply