Mereka membangun rumah ibadah itu sebagai pusat kegiatan warga Tionghoa. Bahan-bahanya dari kayu kelas satu. Jenis kayu ulin atau kayu besi. Lokasi yang mereka pilih sebagai tempat vihara berada di tengah hutan.
Waktu yang hampir dua ratus tahun bergulir, menempatkan lokasi ini kini di tengah kota. Dari semula hutan belantara, menjadi pusat kabupaten.
Baca juga: Suasana Konyen di Sekadau Mulai Terasa
Vihara ini mengalami beberapa kali renovasi. Kini, orang dengan mudah bisa menemukannya di tengah kota.
“Saat ini Yayasan Arimarama menaungi tujuh kelenteng atau tujuh vihara. Dan hingga saat ini semua vihara tersebut berfungsi sangat baik. Menjadi pusat ibadah dan pusat kegiatan kalangan Tionghoa,” papar Jep Se Fong. (RED)
Leave a Reply