PONTIANAK, RUAI.TV – Tokoh masyarakat Kalimantan Barat, Yohanes Nenes, SH mengkritik keras maraknya praktik ilegal sejumlah perusahaan yang beroperasi tanpa mengantongi izin lengkap di wilayah Kalbar.
Ia menyoroti perusahaan-perusahaan perkebunan yang nekat menjalankan aktivitas tanpa Hak Guna Usaha (HGU), bahkan menggarap lahan masyarakat, termasuk kawasan hutan lindung, dan di duga melakukan penggelapan pajak.
“Perusahaan Nakal tanpa HGU masih bisa beroperasi. Ini tanggung jawab pemerintah provinsi dan pusat untuk menertibkan,” tegas Yohanes.
Ia menyebut lokasi perusahaan-perusahaan tersebut menjadi sarang penggelapan pajak dan menilai tindakan itu sebagai perbuatan pidana yang tidak bisa di biarkan.
Menurutnya, pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Kalbar, termasuk meninjau kembali perizinan yang dimiliki.
Yohanes juga mengusulkan agar pemerintah provinsi mengambil alih perusahaan-perusahaan bermasalah dan mengelolanya sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
“Karena sumber daya alam dikeruk habis-habisan. Saya lihat orang yang datang ke Kalimantan semuanya hanya ingin memperkaya diri, baik pejabat maupun pemilik perusahaan dari luar daerah,” ujar Yohanes dengan nada kecewa.
Ia mendesak Pemprov Kalbar untuk bertindak tegas terhadap perusahaan yang melanggar aturan, karena kehadiran mereka justru merugikan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah konsesi.
Yohanes juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap praktik perlindungan dari oknum-oknum aparat terhadap perusahaan nakal tersebut.
“Celakanya, mereka ini di lindungi oleh oknum-oknum polisi. Jadi, seolah-olah tanam tumbuh sawit di atas tanah yang bermasalah itu di anggap legal,” ungkapnya.
Pernyataan Yohanes Nenes ini menambah sorotan publik terhadap lemahnya pengawasan pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan di sektor perkebunan dan kehutanan di Kalbar.
Ia menekankan bahwa jika pemerintah serius melindungi rakyat dan lingkungan, maka pembersihan terhadap praktik ilegal harus dimulai sekarang.
Sebelumnya, Bupati Landak Karolin Margret Natasa mengungkapkan fakta mengejutkan terkait dua perusahaan besar yang beroperasi di wilayahnya.
Wilmar Group dan Djarum Group, dua raksasa di sektor perkebunan, ternyata belum mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) meski telah mengantongi Izin Usaha Perkebunan (IUP) di Kabupaten Landak.
Karolin menyampaikan hal tersebut saat menghadiri kunjungan kerja spesifik Komisi II DPR RI di Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Rabu (7/5). Kunjungan itu membahas sejumlah isu strategis seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), HGU, Hak Guna Bangunan (HGB), hingga Hak Pengelolaan (HPL).
Menurut Karolin, pihaknya sudah sejak lama mendorong agar perusahaan-perusahaan tersebut segera menyelesaikan administrasi HGU. “Kalau HGU selesai, daerah bisa mendapatkan pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan dana itu sangat penting untuk pembangunan,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini juga menyoroti perusahaan perkebunan lain yang telah memiliki HGU namun tak kunjung mengelola lahannya. Ia menduga masalah manajemen dan pembiayaan menjadi penyebab utama mandeknya operasional perusahaan tersebut.
“Kami mohon Komisi II DPR RI ikut membantu mengawasi perusahaan yang sudah pegang HGU tapi tidak beroperasi. Kondisi ini merugikan masyarakat dan petani plasma,” ujar Karolin.
Ia bahkan mendorong evaluasi terhadap perusahaan yang tidak menjalankan kewajibannya. “Kalau memang perlu, cabut saja izinnya. Lahan itu bisa kita manfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas,” pungkasnya.
Leave a Reply