PONTIANAK – Mantan Calon anggota Legislatif (Caleg) DPR RI PDI Perjuangan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, Alexius Akim berharap agar hukum tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Hal ini diungkapkannya menyusul kasus operasi tangkap tangan atau OTT Komisioner KPU Pusat yang menyeret nama besar PDI Perjuangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum lama ini.
Seperti diketahui, PDI Perjuangan memecat Alexius Akim di hari-hari terakhir menjelang penetapan calon terpilih untuk DPR RI periode 2019-2024.
Alexius Akim merupakan peraih kursi kedua dengan jumlah 38.750 suara di Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 1 untuk DPR RI dari PDI Perjuangan nomor urut 7 setelah kursi pertama untuk mantan Gubernur Kalbar, Cornelis yang meraih suara terbanyak kedua se-Indonesia 285.797 suara. Istri Wakil Bupati Landak, Herkulanus Heriadi yang juga anggora DPRD Kalbar periode 2014-2019 tersebut menempati urutan ke empat dengan perolehan 33.006 suara terbanyak di bawah Michael Jeno dengan perolehan suara 36.243 suara.
Dimana dalam penetapan hasil Pilmilihan ini Michael Jeno memilih mengundurkan diri sehingga Maria Lestari melenggang mulus ke Senayan dan menduduki anggota Komisi X dan Badan Legislasi.
“Yang jadi persoalan adalah memang saya sebagai orang yang bersentuhan langsung pada waktu itu agak sedikit bertanya. Mengapa saya sebagai pemenang kedua Pileg kok langsung dipecat tanpa melalui prosedur yang betul,” ujar Alexius Akim, Senin (13/01/2020) kepada wartawan saat menggelar konfrensi pers di rumah Radakng Pontianak.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar ini juga merasa bingung atas pemecatan dirinya sebagai kader PDI Perjuangan, sementara terdapat Caleg lain juga mengundurkan diri pada saat itu, terlebih segala tuduhan kepadanya juga dinilai tidak terbukti.
“Yang membingungkan lagi, kalau saya berhalangan karena mungkin melanggar kode etik partai, kenapa ada calon lagi yang mengundurkan diri. Lalu melenggang nomor empat suara terbanyak. Ini yang sebetulnya jadi teka-teki, kalau ditanya tentang kasus OTT KPK apakah mirip dengan kasus saya, saya tidak tahu, terserah masyarakat menafsirkan,” tutur Mantan Kadisdikbud Kalbar tersebut.
Meskiun demikian, Akim mengaku pasrah atas kejadian yang menimpa dirinya tersebut.
“Karena seperti saya katakan, kejadian ini bukanlah rahasia umum. Lalu tindakan saya hanya berdoa pada yang kuasa, kalau memang ini jalan saya, saya lalui saja,” tuturnya.
“Hanya saja kalau saat itu saya dituduhkan melakukan sesuatu, toh penyelenggara Pemilu telah melaksanakan, termasuk DKPP membuat hasil keputusan untuk KPU Landak dan Bawaslu. Hasilnya menyatakan tidak ada pelanggaran kode etik,” katanya.
“Artinya semua clear, namun saya terlanjur dipecat. Nah yang seperti ini saya sedikit bingung, kok bisa perlakuan seperti itu,” sambungnya.
Maka dari itu, Akim berharap dengan adanya kasus OTT Komisioner KPU RI, hukum dapat bersikap adil.
“Dalam beberapa hari ini muncul kasus Wahyu Setiawan, kalau masyarakat mempertanyakan dengan kasus saya, itu urusan masyarakat menilai, mengatakan sama atau tidak. Bagi saya yang sudah terjadi ya terjadilah. Tidak apa-apa bagi saya, tapi tolong karena ini negara hukum, siapa pun orangnya tidak boleh mangkir dari hukum. Tidak boleh hukum tumpul ke atas tajam ke bawah,” jelasnya.
Mantan penjabat (Pj) Bupati Sintang ini juga menambahkan, jika hal ini akan dijadikan pembelajaran politik dan mesti diselesaikan dari bawah.
“Sejak penetapan kemarin, dilihat betul-betul, apakah UU yang ada tidak usah dipakai dan menggunakan putusan partai saja, atau bagaimana. Kalau saya, tidak punya kemampuan apa-apa. Latar belakang saya birokrat, dari guru. Saya sekadar ingin menyampaikan agar diberikan pendidikan politik yang baik pada masyarakat,” kata Akim, yang kini menjabat Ketua DPW Partai Solidaritas Indonesia Kalimantan Barat. (Red).
Leave a Reply