KALBAR – Provinsi Kalimantan Barat menjadi referensi restorasi gambut bagi Republik Kongo. Kedatangan perwakilan Republik Kongo yang diwakili oleh Arlette Soudan-Nonault, Menteri Pariwisata dan Lingkungan Hidup Republik Kongo ini bertujuan untuk mendiskusikan tantangan dan solusi terkait dengan konservasi, restorasi, dan pengelolaan gambut yang berkelanjutan di basin (cekungan) tengah, Kongo, guna untuk melindungi hak masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumber daya alam di area gambut, memelihara tata cara tradisional mereka dan mengimplementasikan prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (Padiatapa) dalam aktivitas bersama masyarakat lokal, membantu mereka dalam memanfaatkan lahan gambut secara berkelanjutan dan mengembangkan metode yang tidak merusak lahan.
Mereka juga menegaskan komitmen untuk melawan perubahan iklim dan mempromosikan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan sebagai prioritas utama.
“Jadi dengan adanya perubahan iklim di tempat kami (Republik Kongo) dua negara mengumumkan persetujuan kolaborasi lintas batas negara demi melestarikan masa depan gambut alami yang berharga ini dan manfaat ekosistemnya, dengan keterlibatan komunitas dan para pemangku kepentingan setempat,” ungkap Arlette Soudan-Nonault, Menteri Pariwisata dan Lingkungan Hidup Republik Kongo melalui penerjemah bahasa Indonesia, di Rumah Dinas Gubernur Kalbar Jalan A. Yani, Sabtu (27/10) Malam.
Mereka juga berkomitmen mengembangkan dan mempromosikan model penggunaan lahan yang mendukung pengelolaan gambut berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi komunitas lokal di lanskap Lac Télé/Lac Tumba dan berupaya mentransformasikan pertumbuhan ekonomi lanskap Lac Télé/Tumba untuk memastikan pengembangan yang inklusif dan berkelanjutan dengan tujuan menghapuskan kemiskinan yang ekstrem dan memperbaiki kehidupan populasi lokal dengan memanfaatkan peluang teknologi, teknis, finansial dan manusia juga peluang yang diberikan oleh ekonomi hijau dan ekonomi biru.
“Pertemuan ini merupakan sangat penting bagi negara kami (Republik Kongo). Jadi kami juga melakukan perjanjian tripartit antara Indonesia, Republik Demokratik Kongo dan Republik Kongo untuk penanganan lahan gambut dan resefasinya,” ungkapnya melalui penerjemah.
Sementara itu Gubernur Kalbar Sutarmidji mengungkapkan dengan kunjungan ini bisa bertukar pikiran tentang pemanfatan lahan gambut antara kedua negara terutama Indonesia melalui provinsi kalbar dan Republik Kongo. Dimana lahan gambut di kalbar yang memiliki luas lahan gambut sekitar 1,7 juta hektare dengan kedalam antara satu sampai 12 meter.
“Selamat datang Menteri Pariwisata dan Lingkungan Hidup Republik Kongo, semoga kita bisa bertukar pikiran tentang pemanfatan lahan gambut, yang mana Kalbar memiliki 1,7 juta hektare lahan gambut,” ungkap Sutarmidji.
Gubernur Kalbar juga sempat bertanya kepada Menteri Pariwisata dan Lingkungan Hidup Republik Kongo terkait makanan utama di Republik Kongo dan mendapatkan jawabannya bahwa makanan utamanya merupakan sejenis umbi-umbian. Ia juga bahwa di lahan gambut yang ada di kalbar sebagian ditanam talas atau taro yang mana bisa ditanam di negara Republik Kongo tersebut.
“Tadi saya sempat bertanya makanan utama di sana (Republik Kongo), beliau katakan sejenis umbi-umbian. Nah di Pontianak ini ada satu tanaman umbi-umbian atau talas yang ditanam masyarakat sekitar lahan gambut dikedalaman Enam meter yang mana bisa menghasilkan 20 sampai 25 ton per hektare, berharap tanaman talas bisa ditanam di negara Republik Kongo,” ujarnya.
Tak hanya itu saja, Sutarmidji menambahkan tanaman Aloe vera atau yang biasanya disebut lidah buaya di Indonesia sangat tumbuh sangat baik di lahan gambut. Dan bisa dimanfaatkan untuk lahan gambut di negara sana.
“Tanaman Aloe Vera sangat tumbuh dengan baik terutama dekat dengan garis Khatulistiwa yang bisa tumbuh berkisar 2-3 kilogram, ini bisa dimanfaatkan warga negara Republik Kongo untuk memanfaatkan lahan gambut disana,” tuturnya.
Dihadapan para perwakilan Republik Kongo, Gubernur Kalbar Sutarmidji sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Jokowi beberapa waktu yang lalu terkait penanganan lahan gambut itu harus dengan sekat kanal.
“Di Pontianak ada satu kawasan terutama di kecamatan Pontianak Utara disana banyak sekat kanal dan hampir tidak terjadi kebakaran di lahan gambut. Padahal disana lahan gambutnya bisa mencapai 11-12 meter per kawasan untuk lahan pertanian,” kata Sutarmidji di hadapan perwakilan negara Republik Kongo.
Lanjut Sutarmidji Republik Kongo sangat patut bersyukur, karena air bakunya disana diatas permukaan. Karena air baku tidak terinklusi dengan air gambut dan dapat dikonsumsi, sedangkan di Kalbar sendiri air bakunya dibawah permukaan.
“Negara Republik Kongo patut bersyukur air bakunya diatas permukaan, berbeda dengan air baku di Kalbar dibawah permukaan dan terinklusi dengan air gambut jadi tidak bisa dikonsumsi dan unsur PH sangat tinggi di sini,” tegasnya.
Bukan hanya tanaman umbi-umbian dan Aloe Vera saja yang tumbuh di lahan gambut, mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini juga menyarankan untuk pemerintah negara Republik Kongo bisa memanfaatkan tumbuhan anggrek agar dicoba untuk dibudidayakan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi disana.
“Saya juga sarankan Republik Kongo bisa menanam tumbuhan Anggrek di lahan gambut agar bisa meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat disana dengan memanfaatkan ekowisata,” imbuhnya. (Red).
Leave a Reply