KETAPANG, RUAI.TV – Puluhan warga dari tiga desa di Kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mendatangi Kantor Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan (Distanakbun) di Jalan Jenderal Sudirman, Selasa (18/2).
Mereka hadir untuk mengikuti mediasi terkait sengketa lahan dengan PT Sandai Makmur Sawit (PT SMS), yang kini beralih menjadi PT Mukti Plantation.
Kedatangan warga di picu oleh dugaan perampasan lahan oleh perusahaan sawit tersebut, yang dianggap telah merugikan masyarakat selama bertahun-tahun. Namun, mediasi yang di pimpin langsung oleh Kepala Distanakbun, Sikat Gudag justru berakhir mengecewakan.
Aksi Walk Out dan Kekecewaan Warga
Dalam pertemuan yang turut di hadiri oleh tiga kepala desa yakni desa Sandai, Penjawaan, dan Mensubang, serta perwakilan Forkopimcam Sandai dan Nanga Tayap, ketegangan sempat terjadi. Beberapa warga memilih walk out karena merasa pembahasan tidak sejalan dengan harapan mereka.
“Kami datang berharap solusi, tapi yang ada justru seolah keberpihakan kepada perusahaan. Bahkan, ada intimidasi dari Kepala Dinas yang mengatakan warga bisa di penjara. Seharusnya pemerintah bersikap objektif,” tegas M. Sandi, salah satu warga yang hadir.
Desakan Cabut Izin Perusahaan
Koordinator pergerakan warga menyatakan bahwa mereka menolak keberadaan PT Mukti Plantation dan meminta pemerintah segera mencabut izin operasional, termasuk Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.
“Perusahaan ini sudah tiga kali mendapat surat peringatan dari pemerintah, tapi tetap beroperasi seperti kebal hukum. Kami sudah menggelar aksi sebelumnya pada 12 Februari di Kantor Camat Sandai. Hari ini kami datang ke Ketapang untuk menuntut kepastian,” ujar seorang warga dari Desa Penjawaan.
Selama 14 tahun terakhir, warga mengaku tidak pernah merasakan manfaat dari kehadiran perusahaan. Mereka hanya menerima dana talangan tanpa transparansi terkait hasil plasma. Lebih parah lagi, lahan perkebunan warga di gusur tanpa kejelasan, bahkan area pemakaman leluhur mereka turut terdampak.
Masyarakat Merasa Dijajah, Koperasi Pun Dirugikan
Tokoh masyarakat Penjawaan menegaskan bahwa kehadiran perusahaan seharusnya membawa dampak positif, bukan justru menindas masyarakat.
“Kami tidak mau lagi bekerja sama dengan perusahaan ini. Hak-hak kami di rampas, tanah kami di gusur, dan perusahaan seenaknya saja beroperasi tanpa peduli dengan masyarakat sekitar,” cetusnya.
Sementara itu, Ketua Koperasi Sinar Jaya Bersama yang menaungi sekitar 50 anggota juga mengungkapkan kekecewaannya. Menurutnya, dalam rapat mediasi, hanya pihak tertentu yang diberi kesempatan bicara, sementara koperasi yang seharusnya menjadi wadah masyarakat justru tidak di hargai.
“Kami hanya menerima dana talangan tanpa tahu berapa hasil sebenarnya dari plasma kami. Ketika perusahaan menggusur, tidak ada koordinasi dengan koperasi. Ini sangat merugikan,” ungkapnya.
Tuntutan Tegas: Pemerintah Harus Bertindak
Warga berharap pemerintah tidak tutup mata terhadap penderitaan mereka. Jika izin perusahaan tidak segera di cabut, mereka mengancam akan terus melakukan aksi protes.
“Kami tidak akan diam. Kami ingin keadilan dan hak kami di kembalikan,” tegas warga.
Hingga berita ini di tulis, belum ada keterangan resmi dari PT Mukti Plantation maupun pihak terkait di pemerintahan.
Leave a Reply