KETAPANG, RUAI.TV – Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, menanggapi laporan masyarakat Desa Simpang Tiga Sembelangaan, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, terkait dugaan belum adanya lahan plasma dari perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Agrolestari Mandiri (AMNL) kepada pemilik lahan.
Laporan tersebut diajukan oleh perwakilan masyarakat, Syahroni, Bersama tim pada 13 Oktober 2025 dengan datang langsung ke Jakarta.
Dalam tanggapannya yang diterima pada Senin, 27 Oktober 2025, Wapres Gibran menyampaikan agar persoalan tersebut ditindaklanjuti oleh Gubernur Kalimantan Barat dan instansi terkait di tingkat pusat.
Berdasarkan dokumen resmi yang diterima pelapor, laporan dengan Nomor Tiket 5819531 itu telah diteruskan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Agraria ATR/BPN, serta Gubernur Kalimantan Barat untuk penanganan lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan.
“Terima kasih telah menghubungi Lapor Mas Wapres! Laporan Saudara sedang dalam proses dan telah disampaikan ke instansi berwenang,” demikian bunyi tanggapan resmi yang diterima Syahroni.
Menurut Syahroni, masyarakat menyambut baik perhatian pemerintah pusat terhadap laporan mereka. Ia menambahkan, Gubernur Kalimantan Barat dalam waktu dekat dijadwalkan memanggil sejumlah pihak terkait guna mencari solusi atas persoalan yang telah berlangsung lama ini.
Sengketa lahan plasma di wilayah Nanga Tayap disebut telah terjadi selama bertahun-tahun tanpa ada kesepakatan yang jelas antara masyarakat dan perusahaan.
Warga mengklaim belum pernah menerima lahan plasma sebagaimana ketentuan pemerintah, sementara pihak perusahaan menyatakan telah memenuhi kewajiban tersebut.
Pihak perusahaan melalui Corporate Communication, Marcharse De Case Anisa, menyampaikan bahwa mereka telah menyiapkan lebih dari 28 persen lahan budidaya untuk kebun plasma masyarakat, melebihi ketentuan minimum pemerintah sebesar 20 persen.
“Kami berkomitmen untuk terus berinteraksi dengan masyarakat guna memastikan pertumbuhan yang inklusif,” ujar Marcharse dalam keterangannya.
Namun, perwakilan warga menilai bahwa lahan yang disebut perusahaan sebagai plasma sebenarnya merupakan tanah kas desa (TKD) yang diberikan sebagai bentuk apresiasi perusahaan kepada pemerintah desa, bukan lahan plasma yang diperuntukkan bagi pemilik lahan.
Dengan turunnya arahan dari Wakil Presiden dan keterlibatan pemerintah provinsi, masyarakat berharap persoalan ini dapat segera menemukan titik terang dan memberikan kepastian bagi para pemilik lahan di Nanga Tayap.















Leave a Reply