PONTIANAK, RUAI.TV – Wali Kota Singkawang, Tjhai Chui Mie, hadir di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pontianak pada Jumat pagi, 21 November 2025.
Kehadirannya menarik perhatian publik karena ia dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi keringanan retribusi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pasir Panjang yang dikelola PT Palapa Wahyu Group (PWG).
Ia tiba bersama Wakil Wali Kota Singkawang, Muhamadin, dan langsung menuju ruang sidang tanpa memberikan komentar kepada wartawan. Majelis hakim memulai persidangan sejak pukul 09.00 WIB dan memeriksa rangkaian dokumen yang berkaitan dengan kebijakan Pemkot Singkawang pada tahun 2021.
Menjelang pukul 11.00 WIB, majelis hakim menghentikan sidang sementara untuk pelaksanaan Salat Jumat dan sidang berlanjut pada pukul 13.00 WIB untuk melanjutkan pemeriksaan saksi.
Kasus yang kini menyeret Sekretaris Daerah Singkawang, Sumastro, bermula dari penerbitan Surat Ketetapan Retribusi Daerah Nomor 21.07.0001 tertanggal 26 Juli 2021. Dalam surat tersebut, Pemkot Singkawang menetapkan nilai retribusi sebesar Rp5,238 miliar kepada PT PWG sebagai pengelola kawasan wisata Pasir Panjang.
Hanya sepekan setelah ketetapan itu terbit, PT PWG mengajukan keberatan karena merasa tidak mampu membayar retribusi sebesar itu di tengah terpukulnya sektor pariwisata akibat pandemi Covid-19.
Tidak lama setelah keberatan diajukan, pemerintah kota mengeluarkan Keputusan Wali Kota Nomor 973/469/BKD.WASDAL Tahun 2021 yang memberikan keringanan retribusi sebesar 60 persen serta menghapus denda administrasi sebesar Rp2,5 miliar.
Dari keputusan tersebut, negara mengalami potensi kerugian sebesar Rp3.142.800.000, sebagaimana hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kejaksaan Negeri Singkawang menetapkan Sumastro sebagai tersangka pada 10 Juli 2025 karena diduga menyalahgunakan kewenangan ketika memproses penghapusan retribusi bagi PT PWG.
Jaksa menyampaikan bahwa Sekda saat itu tidak mengikuti arahan konsultasi dari Dirjen Perimbangan Keuangan, Kemendagri, maupun dari Gubernur Kalbar, sehingga keputusan tersebut dianggap tidak sesuai prosedur.
Dalam persidangan, majelis hakim menyorot peran Tjhai Chui Mie sebagai kepala daerah yang menandatangani keputusan pemberian keringanan retribusi. Hakim menanyakan seberapa jauh ia memahami kondisi perusahaan dan legalitas kebijakan tersebut ketika keputusan itu terbit.
Tjhai Chui Mie menjelaskan bahwa ia menyetujui kebijakan itu setelah menerima telaahan tim teknis dan kajian dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait.
Ia menegaskan bahwa Pemkot Singkawang menghadapi situasi ekonomi yang sangat berat pada tahun 2020–2021, sehingga keputusan tersebut menjadi pilihan yang menurutnya paling realistis untuk menyelamatkan pariwisata di kota tersebut.
“Pertumbuhan ekonomi kami pada tahun 2020 turun drastis hingga minus 2,51 persen. Penurunan itu yang paling dalam sejak Singkawang berdiri. Sektor pariwisata benar-benar jatuh,” ujar Tjhai kepada majelis hakim.
Ia menambahkan bahwa PT PWG, sebagai pengelola kawasan wisata dan hotel di Pasir Panjang, melaporkan penurunan pendapatan hingga 80 persen karena pembatasan perjalanan dan turunnya kunjungan wisatawan.
Menurut Tjhai, kondisi itu memicu kekhawatiran terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor pariwisata Singkawang jika pemerintah memaksakan pembayaran retribusi penuh.
“Ketika banyak perusahaan berhenti beroperasi, kami khawatir angka pengangguran melonjak dan situasi sosial menjadi tidak stabil,” tegasnya.
Ia menyebut alasan tersebut sebagai dasar kebijakan keringanan yang akhirnya ia tandatangani. Tjhai juga menyinggung Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2020, yang memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk memberikan pengurangan maupun pembebasan pajak dan retribusi demi menjaga keberlangsungan usaha di masa pandemi.
Ia menyatakan bahwa kebijakan keringanan tersebut selaras dengan instruksi tersebut, sekaligus bertujuan mencegah kerusakan lebih jauh pada sektor ekonomi kota.
Selain membahas soal retribusi, hakim mempertanyakan alasan Pemkot Singkawang tetap mempercayakan pengelolaan kawasan wisata Pasir Panjang kepada PT PWG, meskipun sejumlah saksi lain menyebut perusahaan itu kurang kuat secara manajerial.
Tjhai menjelaskan bahwa sejak tahun 2010 terdapat keputusan wali kota sebelumnya yang menetapkan PWG sebagai pengelola tetap kawasan tersebut. Ia mengatakan pemerintah hanya melanjutkan kebijakan pendahulunya, karena lahan hibah untuk pemerintah memang mengandung klausul yang memberi kewenangan pengelolaan kepada PWG.
“Kami mengikuti keputusan wali kota sebelumnya. Tidak ada alasan untuk mencabut kerja sama itu selama kawasan tetap berkembang dan memberikan manfaat bagi Singkawang,” ujarnya.
Sepanjang sidang, Tjhai Chui Mie beberapa kali menegaskan bahwa ia tidak memiliki kepentingan lain di balik pemberian keringanan kepada PT PWG. Ia menekankan bahwa keputusan yang ia ambil mengacu pada kajian teknis, analisis dampak ekonomi, dan rekomendasi dari jajaran pemkot.
“Saya menyetujui keringanan berdasarkan pertimbangan tim dan aturan yang berlaku. Tidak ada niat di luar itu. Semua dilakukan untuk melindungi masyarakat dan mempertahankan keseimbangan ekonomi Singkawang saat pandemi,” katanya.
Usai sidang diskors pada siang hari, Tjhai terlihat meninggalkan ruang persidangan tanpa memberikan keterangan tambahan kepada media. Awak media berupaya meminta penjelasan mengenai peran dirinya dalam proses kebijakan retribusi, namun ia memilih langsung menuju kendaraan dinas dan meninggalkan kawasan pengadilan.
Majelis hakim kemudian melanjutkan persidangan pada pukul 13.00 WIB untuk mendalami lebih jauh keterangannya sebagai saksi kunci dalam perkara ini. Jaksa Penuntut Umum berencana menghadirkan beberapa saksi tambahan pada sidang berikutnya untuk menguatkan unsur penyalahgunaan kewenangan yang di sangkakan kepada Sumastro.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut sektor strategis pariwisata Singkawang yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi kota.
Masyarakat menunggu bagaimana hakim akan menilai kebijakan yang di ambil saat kondisi ekonomi terpuruk, serta apakah keputusan tersebut murni untuk kepentingan publik atau mengandung unsur pelanggaran hukum.















Leave a Reply