KAPUAS HULU, RUAI.TV – Ratusan masyarakat adat Desa Nanga Nuar, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu, menjatuhkan sanksi adat kesupan kepada pihak yang dianggap melanggar hak adat dengan menyegel lahan tanpa izin. Sanksi adat ini dijatuhkan dalam forum resmi di Gedung Serbaguna pada Selasa, 7 Oktober 2025.
Dua pihak yang menerima sanksi adat itu ialah oknum yang mengatasnamakan diri sebagai perwakilan PT Agrinas Palma Nusantara (APN) dan PT Riau Agrotama Plantation (RAP), anak perusahaan Salim Group. Keduanya disebut berperan dalam kegiatan pematokan kebun sawit milik warga pada 1 Oktober 2025 lalu.
Menurut warga, tindakan pematokan tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan masyarakat adat pemilik lahan. Mereka menilai aksi itu melanggar tata krama adat karena lahan yang dipatok merupakan kebun dan hutan yang telah mereka kelola secara turun-temurun.
Edi Sebirin, perwakilan masyarakat adat yang juga Wakil Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan Silat Hilir, menjelaskan bahwa lahan yang disengketakan bukan milik perusahaan.
“Kami sudah menarik seluruh lahan sawit dari PT RAP sejak Januari 2021 karena selama 17 tahun perusahaan gagal memberikan hasil. Sekarang lahan itu kami kelola sendiri,” ujarnya.
Edi menambahkan, setelah lahan diambil alih, kondisi ekonomi warga memang belum sejahtera sepenuhnya, namun kehidupan mereka jauh lebih baik dan mandiri. “Tidak ada yang kaya raya, tapi setidaknya kami hidup dari hasil kebun sendiri tanpa bergantung pada perusahaan,” katanya.
Warga menilai, penyegelan lahan yang dilakukan pihak yang mengaku dari Satgas PKH merupakan bentuk pelanggaran terhadap martabat masyarakat adat. Mereka menuding tindakan itu terjadi karena adanya informasi keliru dari pihak yang mengatasnamakan dua perusahaan sawit tersebut.
Sebagai bentuk tanggung jawab, kedua pihak yang disanksi adat akhirnya mengakui kesalahan dan menyanggupi pelunasan sanksi adat dalam waktu tiga hari, sesuai ketentuan hukum adat yang berlaku dan telah disepakati bersama seluruh pihak.
Dalam prosesi adat itu, masyarakat Nanga Nuar juga mengembalikan papan plang larangan yang sempat dipasang di atas lahan mereka. Plang itu dikembalikan secara baik-baik kepada pihak pemasang melalui pemerintah desa.
“Plang kami serahkan kembali dalam keadaan utuh sebagai bukti bahwa kami menjunjung tinggi perdamaian dan ketertiban,” ujar Abang Jailani, salah satu tokoh masyarakat adat.
Warga menegaskan bahwa tindakan tersebut bukan bentuk perlawanan anarkis, melainkan wujud penegakan martabat dan hak-hak masyarakat adat yang telah lama menjaga keharmonisan di tanah leluhur mereka.
“Kami ingin menegaskan, jangan ada lagi pematokan atau penyegelan lahan tanpa izin. Siapa pun harus menghormati aturan adat dan asal-usul tanah di wilayah ini,” tambah Edi Sebirin.
Kepala Desa Nanga Nuar, Abang Aidi Syapri, mengapresiasi warganya yang tetap menjaga keamanan dan ketertiban meski menghadapi situasi yang memicu ketegangan. “Semoga desa kita tetap aman dan kondusif,” ujarnya.
Aidi menegaskan bahwa pemerintah desa berkomitmen menjaga komunikasi antara warga dan pihak luar agar kejadian serupa tidak terulang. Ia juga meminta semua pihak menghormati hak masyarakat adat serta tidak bertindak sepihak atas lahan yang sudah dikelola warga secara turun-temurun.
Usai penyerahan kembali plang larangan, masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa di kebun masing-masing. Mereka berharap, setelah peristiwa ini, tak ada lagi pihak mana pun yang mencoba memicu konflik di wilayah adat mereka.
“Yang kami jaga bukan hanya kebun sawit, tapi juga marwah adat dan kehidupan kami yang sudah diwariskan oleh leluhur,” tutup Edi Sebirin.















Leave a Reply