Arsip

Satgas Garuda Turun Tangan! Dugaan Penggarapan Hutan Lindung oleh PT ALM Masuk Radar Penertiban

Sejumlah warga sedang menunjukan sawit yang ditanam oleh PT Agro Lestari Mandiri di Kawasan Hutan Lindung di Kecamatan Nanga Tayap tepatnya di Divisi 3, Blok E.44. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

KETAPANG, RUAI.TV – Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Kalimantan Barat, Adi Yani, mengonfirmasi bahwa laporan dugaan penggarapan kawasan hutan lindung Batu Menangis oleh PT Agro Lestari Mandiri (ALM) sudah masuk ke meja Satgas Garuda.

Satgas Garuda di bentuk sesuai amanat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Tindak lanjut ini di lakukan menyusul viralnya pemberitaan media dan laporan dari masyarakat terkait aktivitas perusahaan sawit yang merupakan anak usaha Sinarmas Group di Desa Simpang Tiga Sembelangaan, Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang.

Advertisement

“Sudah saya sampaikan ke Satgas Garuda. Kami juga akan turun bersama untuk cek langsung ke lokasi. Nanti tim kami akan berkoordinasi,” tegas Adi Yani saat diwawancarai ruai.tv pada Minggu, 15 Juni 2025.

Warga Simpang Tiga Sembelangaan menyambut positif langkah cepat DLHK Kalbar. Mereka menyatakan siap mengawal pengecekan ke lapangan agar tim penegak aturan tidak diarahkan ke lokasi lain oleh perusahaan.

“Kami siap antar Satgas ke titik lokasi yang benar. Jangan sampai petugas dibelokkan ke tempat lain oleh pihak perusahaan,” kata RN, warga setempat.

Warga juga mendesak agar pemerintah mencabut izin usaha PT ALM jika perusahaan tetap melawan atau menghindar dari proses penegakan hukum. Mereka berharap ratusan hektare zona hijau yang sudah digarap bisa dikembalikan fungsinya sebagai kawasan hutan lindung.

Langkah tegas kini berada di tangan Satgas Garuda. Masyarakat menunggu bukti nyata penertiban, bukan hanya janji dan retorika.

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Herman Hofi Munawar, menilai aktivitas perusahaan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) merupakan bentuk tindak pidana.

“Perusahaan yang beroperasi tanpa HGU bisa di jerat dengan berbagai pasal, mulai dari penyerobotan lahan, pelanggaran tata ruang, hingga persoalan perpajakan,” ujarnya, Kamis (12/6).

Apalagi, lanjut Herman, pelanggaran ini terjadi di kawasan hutan lindung yang seharusnya berfungsi sebagai penyangga kehidupan.

Ia menegaskan bahwa kegiatan di hutan lindung telah diatur secara ketat dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah di perbarui melalui UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya.

“Perusahaan nakal yang beroperasi tanpa HGU selain terancam pidana, juga bisa di gugat secara perdata atas penguasaan tanah tanpa hak. Pemerintah atau pemilik sah lahan dapat menuntut ganti rugi,” katanya.

Herman juga menyoroti kemungkinan sanksi administratif yang dapat di kenakan kepada perusahaan, termasuk penghentian operasional, penyegelan fasilitas, bahkan pengusiran dari kawasan yang di kuasai secara ilegal. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa keberadaan perusahaan di luar HGU tidak membebaskan dari kewajiban perpajakan.

“Meski berstatus ilegal, perusahaan tetap wajib membayar pajak atas seluruh penghasilan dan transaksinya. Direktorat Jenderal Pajak bahkan berhak dan wajib melakukan pemeriksaan serta menjatuhkan sanksi, baik administratif maupun pidana,” terang Herman.

Ia menutup dengan mengingatkan bahwa pembiaran terhadap pelanggaran hukum oleh perusahaan seperti ini akan menciptakan ketidakpastian hukum, memicu konflik sosial, dan berujung pada kerusakan lingkungan.

“Tidak ada alasan bagi aparat penegak hukum dan pihak terkait untuk membiarkan praktik-praktik ilegal seperti ini. Negara harus hadir untuk menegakkan hukum dan melindungi hak masyarakat serta lingkungan hidup,” tegas Herman.

Selain beroperasi di zona hijau PT Agro Lestasi Mandiri juga di sebut beroperasi di luar izin usaha perkebunan (IUP) yang sah. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, sekitar 2.923 hektar areal kebun milik perusahaan berada di luar wilayah IUP.

Dari jumlah itu, seluas 1.090,36 hektar di antaranya berada di area transmigrasi di Divisi 1 dan 2, wilayah Desa Lembah Hijau 1 dan 2, yang telah berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM). Sementara itu, pihak Perusahaan di konfirmasi mengenai persoalan ini belum memberikan keterangan resmi.

Advertisement