PONTIANAK, RUAI.TV – Praktisi sekaligus pemerhati hukum dari Universitas Panca Bhakti (UPB), Herman Hofi Munawar, meminta Presiden RI, Prabowo Subianto, untuk mengevaluasi menyeluruh terhadap kinerja Ombudsman Republik Indonesia.
Menurut Herman, kehadiran Ombudsman seharusnya menjadi pengawas yang efektif dalam memastikan pelayanan publik berjalan dengan baik, namun selama ini kinerjanya dinilai tidak memberikan dampak yang signifikan.
“Birokrasi merupakan instrumen pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik kepada publik. Artinya, substansi dari pemerintahan sipil hingga kepolisian adalah ‘pelayanan publik’. Jika pelayanan publik tidak optimal, maka kehadiran pemerintah di pusat hingga daerah pun kehilangan arti,” katanya.
Menurutnya, pelayanan publik yang ideal harus mencakup aspek keamanan dan kenyamanan.
“Aman” berarti data publik di jamin kerahasiaannya dan hanya dapat diakses oleh pihak yang berwenang. Sedangkan “nyaman” menunjukkan bahwa setiap petugas memahami perannya, serta memberikan pelayanan dengan tulus, tanpa diskriminasi atau “dorongan amplop”.
Herman menambahkan bahwa pentingnya pelayanan publik yang baik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008.
Ombudsman RI memiliki peran strategis untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, mulai dari tingkat pemerintahan pusat hingga daerah, termasuk di lingkungan BUMN dan BUMD.
Namun, Herman menilai, dalam satu dekade terakhir Ombudsman tidak mampu mendorong perbaikan signifikan dalam pelayanan publik.
“Selama ini, Ombudsman tampak lebih berfokus pada administrasi daripada substansi pelayanan. Bahkan, Ombudsman sering memberikan penghargaan kepada pemerintah daerah terkait pelayanan publik, padahal kenyataannya jauh dari harapan masyarakat,” jelasnya.
Herman menekankan urgensi bagi Presiden Prabowo dan DPR RI untuk mengevaluasi Ombudsman RI, mengingat masih banyak instansi yang bermasalah dalam pelayanan publik.
Menurutnya, inovasi dalam pelayanan publik sangat minim, dan diskriminasi semakin terasa di berbagai lini.
“Kinerja Ombudsman saat ini telah menciptakan stigma negatif di masyarakat. Fasilitas yang mereka miliki seharusnya diimbangi dengan output kinerja yang nyata, terutama dalam menangani pengaduan penyalahgunaan wewenang, seperti yang terjadi di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia,” pungkasnya.
Leave a Reply