Arsip

Petani Melawi Desak Lahan Sawit Mandiri yang Disegel Satgas PKH Dikembalikan ke Masyarakat

Masyarakat dari Lima Kecamatan di Kabupaten Melawi menggelar aksi meminta lahan sawit yang di pasang plang oleh satgas PKH dibuka Kembali. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

MELAWI, RUAI.TV – Ratusan petani sawit mandiri di Kecamatan Pinoh Utara, Kabupaten Melawi, mendesak pemerintah segera mengembalikan lahan mereka yang disegel Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).

Penyegelan terhadap sekitar 600 hektar kebun sawit milik masyarakat dinilai merampas sumber utama penghidupan ribuan keluarga.

Sudirman, perwakilan masyarakat Pinoh Utara, menegaskan bahwa lahan sawit tersebut telah dikelola secara turun-temurun dan menjadi satu-satunya penopang ekonomi warga. Hasil panen sawit bukan hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga menjadi tumpuan membayar kredit di bank maupun di Credit Union (CU).

Advertisement

“Kami memohon kepada pemerintah untuk segera membela hak kami. Lahan ini kami kelola sendiri, kami tanami, dan kami rawat. Hasilnya kami gunakan untuk membayar pinjaman ke bank dan CU. Jika lahan terus disegel, bagaimana kami bisa bertahan hidup?” tegas Sudirman kepada ruai.tv, Rabu (27/8/2025).

Ia menyebutkan, lahan sawit mandiri yang tersegel berada di Desa Batu Kipas, Kecamatan Ella Hilir, dengan enam titik penyegelan seluas lebih dari 600 hektar. Menurutnya, kebun sawit mandiri masyarakat Melawi sebenarnya jauh lebih luas, mencapai sekitar 16 ribu hektar yang tersebar di lima kecamatan, yakni Pinoh Utara, Pinoh Kota, Pinoh Selatan, Sayan, dan Ella Hilir.

Sudirman menilai langkah penyegelan itu sepihak dan tidak melibatkan koordinasi dengan masyarakat. Akibatnya, warga merasa terbebani dan tertekan.

“Satgas datang langsung pasang plang segel tanpa musyawarah. Kami jelas merasa keberatan. Lahan ini bukan milik investor, tapi milik petani kecil. Kami menolak investor yang mengabaikan hak masyarakat,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa masyarakat akan tetap memperjuangkan haknya sesuai jalur hukum. Namun, jika aspirasi mereka tidak diindahkan, warga berencana mencabut plang penyegelan dengan cara damai dan disimpan di kantor bupati.

Lebih jauh, Sudirman mengingatkan bahwa pemerintah harus melindungi petani, bukan membatasi hak mereka. “Kami tidak mau hak kami hanya dibatasi 25 atau 30 tahun. Lahan ini harus kami kuasai selamanya, karena akan di wariskan kepada anak cucu kami. Kami punya kearifan lokal sendiri yang berbeda dengan kehidupan di kota,” katanya.

Menurutnya, suara petani Melawi sudah disampaikan langsung dalam dua kali audiensi, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Bahkan, Gubernur Kalbar disebut menyatakan dukungannya kepada petani dan berjanji akan melakukan pertemuan lanjutan bersama Kejati Kalbar.

Kini, para petani berharap pemerintah pusat hingga daerah benar-benar berpihak pada masyarakat kecil. “Kami bukan mencari keuntungan besar, kami hanya ingin hidup layak dari hasil kebun yang kami tanam sendiri. Jika lahan ini hilang, maka hilang pula masa depan anak-anak kami,” tutup Sudirman.

Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menegaskan komitmennya untuk membantu petani sawit mandiri di Kabupaten Melawi yang lahannya disegel Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Pernyataan itu ia sampaikan saat menerima perwakilan masyarakat pemilik lahan di Kantor Gubernur Kalbar, Selasa (26/8/2025).

Ria Norsan menjelaskan, sebagian lahan sawit masyarakat memang masuk ke dalam Hak Guna Usaha (HGU). Namun, di lapangan, lahan tersebut sudah dikelola dan ditanami sawit oleh masyarakat sejak lama. Kondisi ini, kata Norsan, harus dicarikan solusi agar tidak merugikan warga.

“Ini nanti kita diskusikan dengan pihak Inhutani, kemudian juga dengan Kementerian Kehutanan, dan Badan Pertanahan. Yang jelas, kita selesaikan dulu dengan tim PKH,” kata Norsan.

Ia menegaskan, pemerintah provinsi tetap berpihak kepada masyarakat dan tidak ingin ribuan kepala keluarga kehilangan mata pencaharian. “Kami tetap membantu masyarakat. Kalau pekerjaan mereka hilang, bagaimana mereka bisa bertahan? Karena itu, kita harus cari solusi terbaik antara Inhutani dengan masyarakat,” tegasnya.

Menurut Norsan, salah satu opsi yang dapat di tempuh adalah mengubah status kawasan dari hutan produksi menjadi Areal Penggunaan Lain (APL). Dengan begitu, masyarakat dapat mengajukan pelepasan hak dari Inhutani dan selanjutnya membuat sertifikat lahan melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Kalau sudah berstatus APL, masyarakat bisa mengajukan sertifikat resmi ke BPN, sehingga lahan itu benar-benar dimiliki oleh masyarakat. Itu yang kita ingin lakukan,” jelasnya.

Norsan menambahkan, persoalan lahan sawit mandiri di Melawi bukan hanya sekadar konflik administratif, melainkan menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat yang menggantungkan ekonomi keluarga dari hasil kebun.

Karena itu, pemerintah provinsi berkomitmen mengawal proses penyelesaian hingga ada kepastian hukum yang berpihak pada petani.

Advertisement