Arsip

Pengembangan Kasus Tanah Bank Kalbar Terus Berlanjut

Bukti permohonan pembayaran tanah kepada Bank Kalbar untuk bisa di transfer ke rekening mediator berinisial MU. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

 PONTIANAK, RUAI.TV – Memasuki akhir Oktober 2024, penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Barat terus menjadi perhatian publik, terutama para nasabah yang berharap kejelasan atas kasus yang melibatkan bank tempat mereka menabung.

 

Kasus ini kian serius sejak Kepala Kejaksaan Tinggi Kalbar, melalui Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Siju, mengumumkan penetapan tiga tersangka dalam kasus tersebut.

Advertisement

 

Ketiga tersangka, yakni S, Direktur Bank Kalbar; SI, Direktur Umum, serta MF, Kepala Divisi Umum Bank Kalbar pada tahun 2015 yang juga ketua panitia pengadaan tanah, di tetapkan berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalbar.

 

BPKP mencatat bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp 30 miliar akibat selisih pembayaran dari total Rp 94 miliar yang di alokasikan.

 

“Dari bukti transfer pembayaran tanah, terdapat perbedaan hingga Rp 30 miliar antara harga pembelian yang di setorkan Bank Kalbar dengan jumlah yang di terima pemilik tanah bersertifikat Hak Milik,” ungkap Siju.

 

Tak hanya itu, penyidikan Kejati Kalbar membuka peluang untuk tersangka tambahan, terutama setelah di temukan bukti aliran dana ke rekening seorang anggota DPRD Kalbar berinisial MU. MU, yang di sebut-sebut berperan dalam proses jual beli tanah ini, telah di panggil untuk di mintai keterangan.

 

Dari catatan transaksi, pembayaran di lakukan dalam dua tahap: pada 27 Oktober 2015 sebesar Rp 18,955 miliar dan pelunasan Rp 70,503 miliar pada 11 November 2015. Namun, proses pembelian tanah tersebut di lakukan melalui pihak ketiga, yaitu Mursalim dan Ricky Sandy, yang di duga membuka ruang bagi praktik mark-up.

 

Ketua Umum Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Burhanudin Abdullah, menilai bukti kwitansi pembayaran tersebut kuat untuk dijadikan dasar penetapan tersangka baru. Ia mendesak Kejati Kalbar untuk segera transparan dalam penanganan kasus ini.

 

Di sisi lain, Ketua PW GNPK-RI Kalimantan Barat, Ellysius Aidy, juga mempertanyakan keterlibatan MU dan RS dalam kasus ini.

 

Ia mengungkapkan, bukti transfer dari Bank Kalbar ke rekening pribadi MU, serta adanya keterlibatan notaris WI, menunjukkan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi yang melibatkan lebih banyak pihak. Aidy meminta agar Kejati segera mengumumkan status kedua individu tersebut.

 

Namun, penasihat hukum para tersangka, Herawan Utoro, menuding adanya kejanggalan dalam penyidikan. Ia mengklaim bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka di lakukan secara mendadak tanpa bukti yang memadai.

 

Ia bahkan menyebut bahwa kasus serupa pernah di selidiki oleh Kejaksaan Negeri Pontianak pada 2022 dan di tutup tanpa temuan indikasi korupsi. Pihaknya pun telah mengajukan permohonan praperadilan untuk meninjau keputusan penyidik.

 

Sementara itu, penyidikan masih berlangsung, termasuk pemeriksaan anggota DPRD Kalbar berinisial MU yang di jadwalkan pada 22 Oktober 2024.

 

Akan tetapi, hingga berita ini diturunkan, MU dilaporkan tidak menghadiri panggilan Kejati. Kepala Penerangan Hukum Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, mengaku belum menerima informasi pasti terkait jadwal pemanggilan tersebut.

 

“gak tahu saya,” jelasnya singkat, Sabtu (26/10) siang.

 

Kasus ini telah memasuki babak baru dengan lebih dari 21 orang yang diperiksa, serta dugaan keterlibatan beberapa pejabat lainnya.

 

Sementara itu, masyarakat Kalbar masih menunggu transparansi dari pihak Kejati, mengingat kasus pengadaan tanah ini telah berjalan sejak 2015 namun pembangunan gedung Bank Kalbar yang diharapkan belum terealisasi hingga kini.

Advertisement