KETAPANG, RUAI.TV – Penolakan tegas datang dari mahasiswa dan pemuda asal Desa Menyumbung, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang terhadap rencana masuknya PT. Mustika Ulu Sungai (MUS), perusahaan kelapa sawit, ke wilayah mereka.
Penolakan ini di sampaikan dalam konsolidasi mahasiswa dan pemuda Hulu Sungai di Pontianak, seperti yang di ungkapkan Marsel, mahasiswa asal Menyumbung.
Marsel menjelaskan bahwa isu kehadiran PT. MUS sangat penting untuk ditanggapi, karena menyangkut keberadaan wilayah adat dan tanah warisan leluhur masyarakat Menyumbung.
“Wilayah kami sudah tidak luas lagi, sementara jumlah penduduk terus bertambah. Kami harus menjaga tanah warisan leluhur ini untuk generasi kami di masa depan,” ujarnya.
Khawatir Pengaruh Sosialisasi Perusahaan
Mahasiswa dan pemuda setempat telah melakukan konsolidasi untuk menyikapi rencana sosialisasi yang akan dilakukan oleh pihak perusahaan pada Selasa pagi di Desa Menyumbung.
Dani, seorang aktivis mahasiswa, mengkhawatirkan sosialisasi tersebut dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pentingnya menjaga wilayah adat dan tanah warisan mereka.
“Sosialisasi itu bisa saja mengubah pandangan masyarakat. Padahal menjaga wilayah adat adalah tanggung jawab kita bersama,” tegas Dani.
Wilayah Rentan Bencana
Agapitus, tokoh pemuda sekaligus aktivis Gerakan Sosial Masyarakat Adat dan Lingkungan Hidup, menyoroti dampak lingkungan yang berpotensi terjadi jika wilayah sekitar Bukit Lawang dan Bukit Raya di jadikan area perkebunan kelapa sawit.
“Kampung Menyumbung berada di antara dua hutan lindung. Jika area tangkapan air dan tutupan hutan di kaki Bukit Raya ini dirusak, risiko banjir bandang dan longsor akan meningkat. Kehadiran perusahaan ini adalah ancaman bagi keberlanjutan lingkungan kami,” kata Agapitus.
Komitmen pada Sumpah Adat
Kepala Adat (Domong) Menyumbung, Tindak, menegaskan bahwa wilayah Bukit Lawang dan Bukit Raya telah disepakati sebagai hutan adat sejak 2013, ditandai dengan ritual Sumpah Adat yang melarang perusakan atau penjualan area tersebut.
“Lokasi itu disebut ‘Gupung Kumang Pulo Balu Tanah Pamali’. Sumpah adat sudah dilakukan, dan kami harus taat pada komitmen itu,” ujar Tindak.
Harapan pada Pemerintah
Marsel dan Dani menyampaikan bahwa masyarakat Desa Menyumbung memahami kesulitan ekonomi yang mereka hadapi, namun mereka tidak ingin menyerahkan tanah dan hutan mereka atas nama investasi.
“Kami berharap pemerintah mendukung kami agar bisa mandiri dan berdaulat atas tanah kami sendiri. Perusahaan hanya mengejar keuntungan, tetapi kami yang harus menanggung dampak kerusakannya,” tutup Marsel.
Penolakan ini menjadi bukti nyata perjuangan masyarakat adat Menyumbung untuk mempertahankan wilayah dan warisan leluhur mereka dari ancaman kerusakan lingkungan.
Leave a Reply