Arsip

Pemkab dan Kejati Kalbar Teken MoU Pidana Kerja Sosial Jelang Pemberlakuan KUHP Baru

Pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Barat bersama Kejati Kalbar menandatangani MoU mengenai pelaksanaan pidana kerja sosial sebagai bagian dari kesiapan menerapkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP. (Foto/Prokopim)
Advertisement

PONTIANAK, RUAI.TV – Pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Barat bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai pelaksanaan pidana kerja sosial sebagai bagian dari kesiapan menerapkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Penandatanganan berlangsung di Aula Kantor Kejati Kalbar pada Kamis (4/12) dengan melibatkan para kepala daerah dan kepala kejaksaan negeri (Kajari) se-Kalimantan Barat. MoU tersebut menjadi langkah awal penyelarasan teknis antara Pemda dan Kejaksaan dalam menghadapi pemberlakuan KUHP baru pada 2 Januari 2026.

Pidana kerja sosial tercantum sebagai salah satu jenis sanksi alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan pidana penjara dalam kondisi tertentu. Melalui kerja sama ini, pemerintah daerah dan kejaksaan memastikan kesiapan lokasi, mekanisme, hingga pengawasan bagi warga yang akan menjalani pidana kerja sosial.

Advertisement

Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM), Dr. Hari Wibowo, S.H., M.H., menjelaskan bahwa MoU tersebut memuat pengaturan mengenai koordinasi teknis, penyediaan tempat kerja sosial, supervisi, pembinaan, penyediaan data, serta sosialisasi publik. Menurutnya, hal ini menjadi bagian penting dalam perubahan paradigma pemidanaan di Indonesia.

“KUHP baru tidak lagi berorientasi penuh pada teori pembalasan seperti masa kolonial. Pemidanaan kini dipahami sebagai sarana pemulihan dan pendidikan yang memungkinkan pelaku kembali ke masyarakat dengan cara yang lebih baik,” ujar Hari.

Ia menambahkan bahwa Indonesia mulai menerapkan double track system, di mana pidana tidak hanya berbentuk hukuman penjara tetapi juga tindakan alternatif yang mendidik dan membangun. Dalam Pasal 76 KUHP, pidana kerja sosial dapat berupa membantu lansia di panti sosial, mendukung penyandang disabilitas, membersihkan fasilitas umum, hingga membantu administrasi ringan di kantor kelurahan.

Hari menegaskan bahwa pemerintah daerah memegang peran kunci dalam menjalankan program ini. Dinas Sosial menjadi salah satu instansi yang berpotensi besar menjadi koordinator pelaksanaan karena memiliki jaringan kelembagaan sosial yang memadai. Ia menekankan bahwa lokasi kerja sosial harus bermanfaat, tidak merendahkan martabat, dan tidak dikomersialkan.

Bupati Romi Wijaya yang hadir dalam kegiatan tersebut menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif Kejaksaan Agung dalam mendorong sistem pemidanaan yang lebih modern. Menurutnya, pidana kerja sosial merupakan bukti bahwa Indonesia mulai mengedepankan pendekatan pemidanaan yang lebih konstruktif.

“Pidana kerja sosial adalah langkah nyata menuju sistem pemidanaan yang tidak hanya menghukum, tetapi juga memulihkan dan mendidik,” ujar Romi.

Romi memastikan bahwa Pemkab siap berkolaborasi dengan Kejaksaan, termasuk dalam penyediaan lokasi kerja sosial dan pendampingan pelaksanaannya.

Ia menyatakan bahwa kerja sama yang baik dapat menjadikan pidana kerja sosial bukan hanya alternatif pengganti penjara, tetapi juga sarana membangun masyarakat yang lebih peduli, adil, dan humanis.

Advertisement