PONTIANAK, RUAI.TV – Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) meluncurkan 3 (tiga) buah buku tentang Masyarakat Adat Krio Laman Menyumbung, yang diselenggarakan di Gedung Bina Umat Theofile, Paroki Salib Suci Menyumbung, Kabupaten Ketapang (Jumat, 13 juni 2025).
Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK), Perkumpulan Pengelolaan Sumber Daya Alam Kalimantan (PPSDAK), CU Canaga Antutn, Gamal CA dan Organisasi Perempuan Adat “Dayang Senta” Komunitas Krio Laman Menyumbung.
Ketiga buku Masyarakat Adat Krio Laman Menyumbung, diantaranya:
- Sistem Pangan Masyarakat Adat krio Laman Menyumbung
Bercerita tentang keterkaitan antar elemen yang menunjang sistem pangan yang ada di Masyarakat Adat Dayak Krio, khususnya di Laman Menyumbung.
Salah satunya sistem pertanian gilir balik atau berladang. Dimana berladang bukan hanya sekedar bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan pangan semata, tetapi juga tentang bagaimana menjaga alam, melestarikan kearifan lokal serta memperkuat ikatan sosial dan spiritual.
Di dalam buku ini juga menceritakan cara Orang Krio jaman dahulu menentukan waktu yang tepat untuk berladang. Yaitu dengan melihat posisi bintang dan tanda-tanda alam lainnya.
Rasi bintang dianggap sebagai salah satu penanda musim dan waktu yang ideal untuk berladang, mulai dari pembukaan lahan hingga panen.
2. Adat Jalan Dayak Krio
Bercerita tentang tata cara dan norma-norma falsafah hidup Masyarakat Adat Dayak Krio yang ada di Laman Menyumbung.
Misalnya tentang kosmologi dan keseimbangan dari falsafah hidup. Yaitu bagaimana hubungan antara Orang Krio dengan sang Pencipta atau Duata, hubungan Orang Krio dengan Leluhur, hubungan Orang Krio dengan Alam sekitarnya, dan yang terakhir tentang hubungan Orang Krio dengan sesama Orang Krio itu sendiri, untuk mengatur norma sosial diantara mereka.
Buku ini ingin mengajak generasi muda di Laman Menyumbung untuk memahami dan mencintai budaya Krio yang memiliki makna dan nilai spiritual yang tinggi.
3. Perempuan Krio Bertutur
Merupakan buku yang dikhususkan untuk tulisan yang di dokumentasikan oleh Perempuan adat Krio. Bercerita tentang pangan lokal yang ada di laman menyumbung, seperti penganan dan buah-buahan lokal yang jarang ditemui di daerah lain.
Buku ini juga bercerita tentang peran Perempuan Adat krio dalam tradisi budaya, pengelolaan sumber daya alam, pakaian dan adat istiadat, serta Perempuan dalam pengobatan tradisional.
Dari sejarah dan pengetahuan tentang pola kekerabatan yang ada di Laman Krio, menunjukkan bahwa di masa lalu sistem garis keturunan dilihat dari pihak perempuan atau matrilineal. Sesuatu yang mungkin belum pernah terungkap sebelumnya.
Walaupun masih menjadi sebuah pemahaman ataupun pengetahuan baru, setidaknya yang ditulis di dalam buku ini, bisa menjadi satu cerita untuk generasi di masa sekarang.
Meski ditulis terpisah, namun ketiga buku tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dalam konteks kosmologi dan falsafah hidup Orang Dayak Krio. Pemisahan buku dilakukan Agar si pembaca mudah untuk memahami isi dari masing-masing buku.
Ketua Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih, Ansilla Twiseda Mecer menuturkan. Penulisan buku ini berawal dari Program Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih yang ingin menuliskan riset tentang sistem pangan Masyarakat Adat Krio Laman Menyumbung.
Namun di perjalanan penulisan buku ini, ia dan rekan-rekannya menemukan bahwa di dalam sistem perladangan masyararakat adat Dayak Krio, sarat akan nilai-nilai tradisi dan prosesi ritual yang memiliki makna yang dalam.
“Di dalam proses penulisan buku ini, kita menemukan bahwa dari berbagai sub sistem di dalam sistem pangan itu, terdapat sistem perladangan yang sarat dengan nilai-nilai yang diwariskan para leluhur. Misalnya tentang nilai-nilai Kerjasama dan gotong royong. Kemudian dalam setiap tahap dalam siklus perladangan itu, juga ada berbagai ritual-ritual yang memiliki makna dan arti yang sangat dalam. Sehingga ketika kita menuliskan ini, generasi tua yang terlibat di dalamnya kemudian memberikan masukan atau saran, bagaimana jika buku Adat Jalannya juga dituliskan. Bicara buku Adat Jalan, pada akhirnya kita juga menuliskan tentang adat istiadat lainnya, seperti; adat kelahiran, adat perkawinan, hingga adat kematian. Itu yang kemudian membuat kita mengambil keputusan untuk dibuat menjadi buku yang berbeda”, Tuturnya.
Sejak awal penulisan buku melibatkan seluruh unsur yang ada di masyarakat setempat. Mulai dari Mantir Laman sampai ke tingkat Adat, Tokoh Masyarakat, Generasi Tua yang memiliki pengetahuan terdahulu, Generasi Muda serta kelompok perempuan yang tergabung dalam organisasi lokal Perempuan Adat (Dayang Serenta). Sedangkan Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK) berperan untuk memfasilitasi dalam proses pendokumentasian dan penulisan.
Ansilla Twiseda Mecer berharap. Ketiga buku ini bisa menjadi referensi mata pelajaran Muatan Lokal (Mulok) tentang potensi dan keunikan suatu daerah, khususnya untuk sekolah-sekolah yang ada di Desa Menyumbung dan Kecamatan hulu Sungai.
“Buku-buku ini bisa dijadikan sebagai pelajaran Mulok Budaya, bagi siswa-siswi di sekolah-sekolah yang ada di Kecamatan Hulu Sungai, khususnya di Desa Menyumbung. Tentunya dengan cara yang bisa diterima oleh generasi muda. Harapannya, ketika generasi muda atau siswa-siswi SD dan SMP sudah mendapatkan pengetahuan ini, mereka juga akan tumbuh bersama nilai-nilai yang tertuang di dalam buku ini. Karena itulah asal dan juga identitas bagi generasi muda di masa depan”.
Pada momen peluncuran buku tersebut, Tokoh Adat Laman Menyumbung, Tarsisius Titus M turut mengungkapkan rasa kekhawatirannya kepada kaum generasi muda saat ini. Pesatnya perubahan jaman dan perkembangan arus teknologi akan berdampak terhadap hilangnya tradisi dan adat istiadat yang sudah diwariskan secara turun temurun.
“Kami sebagai orang tua berupaya mengumpulkan tradisi adat istiadat yang diwariskan leluhur kami, kemudian kami tuliskan ke dalam buku. Karena kalau tidak dilanjutkan maka adat istiadat kami akan hilang dan akan timbul budaya barat. Itulah yang tidak kami inginkan. Dengan adanya buku ini, harapan kami kaum generasi muda dapat meneruskan dan mempertahankan adat istiadat kami”, ungkapnya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Organisasi Perempuan Adat “Dayang Senta” Komunitas Krio Laman Menyumbung, Margareta Lianti, mengutarakan. Selama kurang lebih dua setengah tahun ia terlibat langsung di dalam perencanaan penulisan buku. Menurutnya, salah satu cerita yang menarik di buku ini adalah sosok “Dayang Senta”, yang kemudian menjadi inspirasi terbentuknya Organisasi Perempuan Adat “Dayang Senta” Komunitas Krio Laman Menyumbung.
“Nama Organisasi kami terinspirasi dari salah satu cerita di buku ini, yaitu tentang sosok “Dayang Senta” seorang Tokoh Perempuan Adat Laman Menyumbung di jaman dahulu, yang memiliki keahlian dalam adat istiadat dan selalu dilibatkan dalam prosesi ritual adat”. Dimana kemudian “Dayang Senta” kami gunakan sebagai nama Organisasi kami, di Komunitas Krio Laman Menyumbung ini. Yang Tujuannya adalah, sebagai bentuk penghormatan kami kepada leluhur”, ujarnya.
Margareta Lianti juga berharap. Ketiga buku ini bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda yang akan datang, untuk melestarikan pengetahuan lokal tentang tradisi dan adat istiadat, khususnya di komunitas Laman Menyumbung. Salah satunya melalui kurikulum pendidikan Muatan Lokal (Mulok).
“Saya berharap buku-buku yang tertulis ini bisa menjadi bagian dalam pembelajaran Muatan Lokal (Mulok), khususnya di tingat Sekolah Dasar (SD), supaya mereka lebih mengenal tentang budaya, pangan lokal dan tutur bahasa Dayak Krio di Laman Menyumbung ini”, harapnya.
Tokoh Pemuda Masyarakat Adat Laman Menyumbung, Alponsius Supriadi Chalip, juga memberikan tanggapan positif. Dengan adanya buku ini, kaum muda bisa memahami tentang aneka ragam adat istiadat dan istilah-istilah yang digunakan.
“Selama ini, banyak kaum muda yang kurang memahami apa itu adat kelahiran, perkawinan, berladang hingga kematian. Dengan adanya buku ini, kaum muda bisa lebih mengerti kedepannya”, Tegasnya.
Chalip juga berharap, kaum muda mau berfikir kritis untuk masa depan kampung halaman yang lebih baik.
“Mari kita pikirkan, kampung halaman kita ini mau dibawa kemana? Kaum muda harus pro aktif dan berfikir kritis, mencari ide-ide dan gagasan untuk membangun hal-hal yang positif di kampung kita”, tutupnya.
Leave a Reply