JAYAPURA, RUAI.TV – Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk masyarakat adat, Albert Barume, menyatakan solidaritas dan dukungannya atas berbagai laporan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat adat di Tanah Papua.
Dalam pertemuan bersama perwakilan masyarakat adat, Barume menyebut tugas utamanya adalah mendengarkan keluhan dan membawa suara mereka ke tingkat internasional.
“Kunjungan saya bukan hanya seremonial, tapi tugas saya adalah menerima dan menindaklanjuti keluhan. Setiap hari, tim kami yang berjumlah delapan orang menerima lima hingga sepuluh laporan dari seluruh dunia. Kami cek satu per satu dan langsung menanyakan ke pemerintah,” kata Barume dalam pertemuan tersebut.
Ia menyoroti lemahnya respons dari pihak pemerintah atas berbagai keluhan yang masuk. “Sering kali pemerintah tidak langsung menjawab. Kami harus mengirim surat hingga tiga kali untuk mendapatkan respons,” ujarnya.
Barume menyampaikan bahwa mandatnya sebagai pelapor khusus bukan untuk mengadili, melainkan untuk memperkuat suara masyarakat adat. “Saya mendengar, mencatat, dan menyampaikan langsung ke pemerintah maupun dunia internasional. Itu kekuatan saya,” tegasnya.
Dalam pertemuan tersebut, masyarakat adat memaparkan deretan pelanggaran HAM yang mereka alami, mulai dari pembunuhan, perampasan tanah ulayat, hingga penghilangan hak-hak adat akibat proyek strategis nasional (PSN), ekspansi perkebunan sawit, pertambangan, hingga program transmigrasi.
“Saya sangat bersedih mendengar apa yang terjadi. Itu semua adalah pelanggaran HAM. Tidak boleh ada manusia yang menderita karena perbedaan. Kita tidak bisa memilih lahir di mana. Rasisme dan diskriminasi seperti ini tidak boleh terus terjadi,” ungkap Barume dengan nada haru.
Barume juga mengaku terkesan dengan sambutan hangat masyarakat adat saat tiba di Papua. “Saya merasa seperti di rumah sendiri. Ini bukan kunjungan biasa. Ini keputusan yang tepat. Kadang orang sulit memahami sesuatu yang tidak pernah mereka lihat langsung. Tapi saya sudah lihat dan saya akan bawa ini ke PBB,” katanya.
Sebagai bentuk dukungan moral, masyarakat adat menyerahkan cinderamata kepada Barume sebagai pengingat agar perjuangan mereka terus disuarakan. “Terima kasih atas tanda mata ini. Ini akan terus mengingatkan saya pada bapak dan ibu semua,” ucapnya.
Ia menambahkan, selain berdialog dengan pemerintah, pihaknya juga menjalin komunikasi langsung dengan perusahaan-perusahaan yang disebut dalam laporan masyarakat.
“Kalau ada nama perusahaan, sebutkan. Kami juga kirim surat langsung ke mereka. Bahkan ke bank-bank yang terlibat. Semakin banyak informasi yang kalian berikan, semakin kuat kami menyuarakan,” tutup Barume.
Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk mengangkat isu pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat Papua ke ranah internasional, sekaligus mempertegas posisi PBB dalam mendampingi perjuangan hak-hak dasar masyarakat adat di seluruh dunia.
Leave a Reply