PONTIANAK, RUAI.TV – Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pontianak, Isnurul Syamsul Arif, resmi di laporkan ke Komisi Yudisial dan Kejaksaan Agung RI.
Laporan ini terkait vonis bebas terhadap Warga Negara Asing (WNA) asal China, Yu Hao, yang diduga mencuri emas dan perak senilai Rp1,02 triliun di Kabupaten Ketapang.
Pelaporan di lakukan oleh Pengurus Wilayah Gerakan Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK RI) Kalimantan Barat pada Jumat, 17 Januari 2025, di Jakarta.
Ketua PW GNPK RI, Ellysius Aidy, menyatakan putusan majelis hakim ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum di Indonesia.
“Kejadian ini dapat menghilangkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum, terlebih kerugian negara mencapai Rp1,02 triliun,” ujar Ellysius.
Selain ke Komisi Yudisial dan Kejaksaan Agung, laporan ini juga di sampaikan kepada Presiden RI, Prabowo Subianto.
Hakim dengan Harta Hampir Rp10 Miliar
Hakim Isnurul Syamsul Arif di ketahui memiliki harta kekayaan sebesar Rp9,65 miliar berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 7 Oktober 2024. Informasi ini menjadi sorotan di tengah kontroversi putusannya.
Penjelasan Pengadilan Tinggi Pontianak
Humas Pengadilan Tinggi Pontianak, Johanis Hehamony, memberikan klarifikasi terkait vonis bebas tersebut. Ia menjelaskan, Yu Hao, yang berstatus sebagai pekerja maintenance di perusahaan tambang PT Sultan Rafli Mandiri, awalnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Ketapang dengan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan serta denda Rp30 miliar.
Namun, putusan tersebut di batalkan oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Pontianak, yang di pimpin oleh Isnurul Syamsul Arif bersama dua hakim anggota, Eko Budi Suprianto dan Prancisinaga.
Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin.
“Yu Hao hanya seorang pekerja maintenance yang bertugas memperbaiki dinding terowongan di lokasi tambang. Ia tidak pernah melakukan kegiatan penambangan seperti yang di dakwakan,” jelas Johanis.
Menurut Johanis, keputusan ini juga mempertimbangkan status kepemilikan izin usaha pertambangan (IUP) yang telah di cabut oleh Kementerian terkait. Gugatan dari pihak pelapor ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pun berujung pada kekalahan.
Kontroversi Berlanjut
Meski Pengadilan Tinggi memberikan vonis bebas, keputusan ini memicu polemik. GNPK RI mendesak Komisi Yudisial dan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan mendalam terhadap hakim terkait. Mereka menilai putusan ini telah mencederai rasa keadilan masyarakat.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, mengingat besarnya nilai kerugian negara serta keterlibatan aparat penegak hukum dalam pengambilan keputusan yang menuai kritik.
Leave a Reply