Arsip

Mahasiswa dan Pemuda Gelar Aksi Tolak Pembahasan Ranperda RTRW Kalbar

Advertisement
PONTIANAK, RUAI.TV –  Mahasiswa dan pemuda yang tergabung dalam Aliansi Perlawanan Darurat menggelar aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Kalimantan Barat, Rabu 11 September 2024.
Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Barat yang dinilai tidak transparan.
Aliansi tersebut terdiri dari berbagai organisasi masyarakat, termasuk PMKRI Cabang Pontianak, Barisan Pemuda Adat Nusantara Kalbar, GMKI Cabang Pontianak, Forum Mahasiswa Kabupaten Landak, Forum Mahasiswa Dayak Sekadau, Ikatan Pemuda Dayak Kubu Raya, Asrama Mahasiswa Kabupaten Landak, dan Ikatan Mahasiswa Dayak Jawat’n Sekadau.
Mereka menyoroti kurangnya keterlibatan masyarakat adat, lokal, pemerhati lingkungan, dan lembaga terkait dalam proses penyusunan Ranperda RTRW ini.
Perwakilan dari Barisan Pemuda Adat, Bobpu, dalam orasinya mengkritik sikap DPRD Kalbar yang dianggap tidak melibatkan masyarakat.
“Saat pemilihan, kalian meminta suara kami. Tapi dalam pembahasan Ranperda, kami tidak pernah dilibatkan, padahal yang akan terdampak adalah masyarakat Kalimantan Barat,” tegasnya.
Perwakilan aksi kemudian ditemui oleh beberapa anggota DPRD Kalbar yang tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) pembahasan Ranperda RTRW, termasuk Syarif Amin Muhammad, Wakil Ketua DPRD Kalbar sekaligus Koordinator Pansus, dan anggota lainnya, Lidya Natalia Sartono, Rasmidi, serta Niken Tia Tantina. Dalam pertemuan tersebut, massa diajak berdialog di ruang Banggar DPRD.
Selama dialog, mereka menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya:
1. Mendesak DPRD Kalbar menunda pengesahan Ranperda RTRW karena minimnya pelibatan masyarakat adat, lokal, dan organisasi terkait.
2. Mendesak pengesahan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di Kalimantan Barat.
3. Menolak kawasan budi daya permukiman seluas 129.779 hektare yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.
4. Meminta DPRD meninjau kembali pemukiman masyarakat dan wilayah adat yang masuk dalam kawasan hutan agar dikeluarkan.
5. Mendesak penjelasan lebih lanjut mengenai pasal terkait hutan adat yang akan dijadikan cagar budaya.
6. Meminta dimasukkannya hutan adat Dayak Seberuang di Desa Nanga Pari, Kabupaten Sintang, seluas 4.272 hektare ke dalam Ranperda.
7. Menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Kabupaten Bengkayang atau di seluruh Kalimantan Barat.
Koordinator lapangan aksi, Joshierai Omutn P.G, berharap tuntutan ini dipertimbangkan serius oleh DPRD Kalbar.
“Pansus DPRD sepakat menunda finalisasi Ranperda dan akan mengadakan public hearing untuk melibatkan masyarakat lokal, adat, pemerhati lingkungan, ormas, serta OPD terkait,” ungkap Joshierai.
Ia menambahkan, pihaknya akan menyiapkan data-data pendukung yang relevan agar tuntutan mereka dapat diakomodir dalam pembahasan Ranperda RTRW mendatang.
Advertisement