Arsip

Kwitansi Pembayaran Jadi Bukti Penting dalam Kasus Tanah Bank Kalbar

Kwitansi pelunasan pembayaran pengadaan tanah dari BPD Kalimantan Barat yang dikirim oleh pihak Bank ke rekening pribadi Mursalim. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

PONTIANAK, RUAI.TV – Kasus dugaan mark up pengadaan tanah oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Barat semakin mengerucut dengan ditemukannya kwitansi pembayaran dari Bank Kalbar ke rekening pribadi Mursalim.

Berdasarkan bukti yang di peroleh, pembayaran di lakukan dalam dua tahap. Pada 27 Oktober 2015, Bank Kalbar melakukan pembayaran sebesar 18,955 miliar rupiah atau 20 persen sebagai uang muka.

Pembayaran ini di lakukan berdasarkan permohonan Ricky Sandy melalui surat persetujuan negosiasi tanah kepada Bank Kalbar nomor PAN/TNH-KP/05/2015, tertanggal 9 Juli 2015, dengan lampiran 15 sertifikat tanah.

Advertisement
Foto: Kwitansi DP 20 % pembayaran pengadaan tanah dari BPD Kalimantan Barat yang dikirim oleh pihak Bank ke rekening pribadi Mursalim. (Foto/ruai.tv)

Tahap kedua merupakan pembayaran pelunasan sebesar 70,503 miliar rupiah yang di lakukan pada 11 November 2015 ke rekening yang sama.

Total keseluruhan dana yang di keluarkan Bank Kalbar mencapai lebih dari 89 miliar rupiah.

Namun, yang menjadi sorotan adalah pembelian tanah tersebut tidak langsung di lakukan oleh pihak Bank Kalbar kepada pemilik tanah, melainkan melalui Mursalim dan Ricky Sandy, sehingga menimbulkan kecurigaan adanya praktek mark up harga.

Hingga kini, Mursalim belum memberikan tanggapan meskipun telah di periksa oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalbar.

Sementara itu, Ricky Sandy menegaskan tidak ingin terlibat lebih jauh dalam kasus ini. “Jangan bang, saya tak ikut campur masalah ini. Saya tidak tahu siapa yang untung besar,” ujarnya.

Ketua Umum Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI), Burhanudin Abdullah, menyatakan bahwa kwitansi pembayaran tersebut menjadi bukti kuat yang dapat di jadikan dasar oleh penyidik untuk menetapkan tersangka.

“Bukti kwitansi pembayaran tanah Bank Kalbar ini bisa menjadi petunjuk penetapan tersangka jika kasus ini sudah masuk tahap penyidikan,” kata Burhanudin.

Menurutnya, kwitansi tersebut juga membuka peluang untuk mengidentifikasi adanya mark-up dalam pembelian tanah.

Jika kwitansi pembayaran tidak sesuai dengan harga yang di terima pemilik tanah, kerugian negara akan mudah di ketahui oleh penyidik.

Burhanudin juga meminta Kejati Kalbar, di bawah kepemimpinan Edyward Kaban, untuk transparan dalam penanganan kasus ini, termasuk segera mengumumkan jika ada tersangka.

“Saya minta Kajati transparan, apalagi kasus ini sudah berjalan cukup lama,” tegasnya.

Pengadaan Tanah Bank Kalbar di lakukan pada tahun 2015 atau sejak 10 tahun lalu. Saat itu Bank Kalbar di pimpin oleh Samsil Ismail sebagai Direktur Utama dan Sudirman HMY sebagai Komisaris Utama.

Karena di duga mengalami masalah di lahan yang di beli tersebut, sehingga pembangunan gedung Bank Kalbar sampai saat ini tak kunjung terealisasi.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Kalimantan Barat melakukan ekspose terkait kerugian negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi (tipikor).

Kegiatan ini berlangsung di kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat pada Selasa, 10 September 2024, bersama Bidang Tindak Pidana Khusus.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Kalbar, I Wayan Gedin Arianta, menjelaskan bahwa ekspose tersebut dilakukan atas permintaan Kejati Kalbar untuk menghitung jumlah kerugian negara.

“Ini terkait ekspose yang dimintakan bantuan perhitungan kerugian negaranya,” ujarnya.

Advertisement