KUBU RAYA, RUAI.TV – Program Immigration Goes to Church di Gereja Santo Agustinus, Sungai Raya, Kubu Raya, Minggu 7 Desember 2025, mendapat respons besar dari warga.
Antusiasme itu muncul karena banyak masyarakat masih menghadapi kendala saat mengakses layanan keimigrasian, terutama pengurusan paspor melalui sistem daring.
Anggota Komisi III DPR RI, Franciscus Maria Agustinus Sibarani, hadir untuk melihat langsung proses layanan paspor jemput bola. Ia menyampaikan bahwa keluhan mengenai kesulitan mengurus paspor sudah berulang kali disampaikan warga dalam kunjungan kerjanya di daerah pemilihan Kalimantan Barat I.
“Jadi, dari berbagai kunjungan yang kami lakukan sebagai anggota DPR RI Dapil Kalimantan Barat I ini, ada beberapa aspirasi. Nah, salah satunya itu adalah aspirasi bagaimana mengajukan mengurus paspor,” ujarnya.
Sibarani menjelaskan bahwa hambatan utama terletak pada ketidakstabilan jaringan internet yang menjadi syarat utama dalam sistem pendaftaran paspor.
“Memang ada kendala. Sebetulnya kendala itu karena pertama, jaringan. Jaringan di Kalbar ini kan tidak seragam dan tidak semuanya dalam kondisi yang stabil,” jelasnya.
Selain kendala jaringan, peningkatan permohonan paspor menjelang akhir tahun membuat antrean semakin padat. Banyak warga gagal mendapatkan jadwal karena kuota cepat habis. Melihat kondisi tersebut, ia berkoordinasi dengan imigrasi untuk menghadirkan layanan jemput bola di tingkat komunitas.
“Kami koordinasi dengan imigrasi, apakah dimungkinkan untuk layanan kepada masyarakat dengan jemput bola dan disambut baik,” katanya.
Pada kegiatan di Gereja Santo Agustinus, panitia awalnya menyiapkan kuota untuk 30 warga. Namun, jumlah peminat bertambah hingga melampaui 100 orang. “Dan itu memang kita batasi sampai 100, karena supaya bisa memberikan layanan seprima mungkin, dan ini adalah hari libur,” terangnya.
Imigrasi menurunkan hampir 20 petugas untuk mempercepat proses layanan. Sibarani menyebut kegiatan ini sebagai pelaksanaan perdana dan akan diperluas ke beberapa titik lain yang juga melaporkan kesulitan mengakses layanan paspor.
“Komitmen saya sebagai mitra imigrasi, kita akan lakukan di beberapa titik lain,” katanya.
Beberapa kelompok masyarakat sudah mengajukan permintaan serupa, seperti majelis taklim Muslimat NU di Kubu Raya serta warga dari beberapa kecamatan di Bengkayang. Sibarani menilai imigrasi cukup responsif dalam menangani berbagai kebutuhan warga.
“Kami mengapresiasi layanan yang diberikan oleh kantor imigrasi, imigrasi sangat terbuka untuk layanan kepada masyarakat secara langsung,” ungkapnya.
Ia juga menyinggung pengalaman ketika imigrasi memfasilitasi warga yang membutuhkan paspor mendesak untuk keperluan pengobatan. “Pada saat itu pasien ini memang tidak memungkinkan untuk menuju kantor imigrasi, maka pihak imigrasi yang data,” ujarnya.
Sibarani menerangkan bahwa layanan jemput bola dijalankan melalui tahapan pengumpulan dokumen sebelum hari kegiatan. “Jadi contohnya pada hari ini tanggal 7, dokumen itu maksimum masuk tanggal 5 diolah, diproses oleh imigrasi,” paparnya.
Proses di lokasi meliputi pengambilan foto, sidik jari, dan wawancara. Paspor kemudian selesai dalam tiga hingga empat hari kerja. Ia menegaskan biaya mengikuti regulasi resmi. “Kalau untuk yang 5 tahun itu Rp650.000. Kemudian kalau yang 10 tahun itu sekitar Rp950.000 tidak ada tambahan karena ini memang untuk PNBP,” jelasnya.
Sementara itu, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Pontianak kembali membuka layanan paspor pada akhir pekan di beberapa lokasi, termasuk kegiatan di Gereja Paroki Agustinus Kubu Raya. Kepala Kantor Imigrasi, Sam Fernando, menyebut layanan akhir pekan merupakan upaya menjangkau warga yang tidak dapat mengurus paspor di hari kerja.
“Kegiatan hari ini adalah pemberian layanan paspor pada masyarakat yang biasanya itu di hari kerja. Dan kegiatannya hari ini bahwa imigrasi memberikan layanan di luar hari kerja, yaitu hari Sabtu dan Minggu,” ujarnya.
Sam menyampaikan bahwa permohonan paspor pada kegiatan itu mencapai lebih dari 100 pemohon. “Menurut data kami, saat ini total permohonan di hari Minggu ini sekitar 100 lebih lah. Permohonan paspor kami,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa tahapan yang dilakukan di luar kantor sama seperti di kantor imigrasi. “Paspor tadi untuk kegiatan hari ini yaitu kegiatan foto, sidik jari dan wawancara saja. Untuk pencetakan paspor tetap pada kantor imigrasi Pontianak. Setelah ini nanti setelah foto sidik jari wawancara, 4 hari kerja paspor sudah jadi semuanya,” terangnya.
Sam juga menyoroti lonjakan permintaan paspor pada penghujung tahun. “Kalau menurut data yang kami miliki untuk permohonan paspor kami, terutama di akhir tahun yang mendekati musim-musim liburan ini naik sekitar 25 persen dari hari biasa. Kalau di hari biasa itu kami sekitar 120 satu hari, ini bisa sampai 150–170 satu hari permohonan paspor di kantor imigrasi Pontianak,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa layanan jemput bola merupakan agenda yang sering dilakukan, terutama bila ada permintaan dari komunitas. “Untuk pelayanan jemput bola kepada masyarakat ini sering kami lakukan. Biasanya kami menerima permohonan dari komunitas-komunitas seperti saat ini. Hari ini kita berada di Gereja Santo Agustinus Kubu Raya,” ungkapnya.
Selain layanan komunitas, imigrasi memiliki program Tanjak Tanpa Beranjak yang ditujukan bagi warga yang memiliki keterbatasan fisik atau lansia.
“Kami juga punya program yang namanya Tanjak Tanpa Beranjak. Jadi masyarakat yang membutuhkan misalnya sakit, orang tua lebih dari 65 tahun yang tidak bisa datang ke kantor imigrasi, kami yang datang ke mereka. Dan itu tidak dikenai biaya tambahan,” tegasnya.
Program layanan jemput bola dan kegiatan akhir pekan menunjukkan masih perlunya penyesuaian pola pelayanan untuk menjangkau wilayah dengan akses internet terbatas dan jarak yang jauh dari kantor imigrasi.
Lonjakan permohonan pada akhir tahun juga menambah beban administrasi, sehingga pola pelayanan fleksibel menjadi alternatif untuk menekan antrean dan memperluas jangkauan layanan.
Dengan respons masyarakat yang tinggi, kegiatan jemput bola diperkirakan terus berlanjut di berbagai titik yang menghadapi kendala serupa. Imigrasi menilai pendekatan ini dapat mengurangi hambatan akses dan memastikan warga tetap mendapatkan layanan keimigrasian secara merata.















Leave a Reply