PONTIANAK, RUAI.TV – Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia telah final dan mengikat: Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Pontianak diwajibkan membayar ganti rugi sebesar Rp33,6 miliar kepada Credit Union (CU) Lantang Tipo.
Namun hingga kini, putusan tersebut belum juga dieksekusi, memicu kegelisahan di kalangan anggota CU yang mayoritas berasal dari masyarakat adat Dayak.
Keputusan tersebut tertuang dalam Putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 156 PK/Pdt/2025 yang ditetapkan pada 11 Maret 2025. Dalam amar putusannya, Mahkamah Agung secara tegas menolak PK yang diajukan BTN dan menguatkan putusan kasasi sebelumnya, yang menyatakan BTN bersalah dan harus membayar ganti rugi.
Namun meskipun telah berkekuatan hukum tetap, pembayaran belum juga dilakukan. Hal ini membuat para anggota CU terus menekan pihak kuasa hukum untuk mendesak eksekusi segera.
Anggota CU Desak Eksekusi
“Setiap hari kami dihubungi anggota CU, mereka datang ke kantor, menelpon, mempertanyakan kenapa putusan belum dieksekusi. Mereka sudah sangat resah,” kata Alfonsius Girsang, kuasa hukum CU Lantang Tipo, Jumat (25/7/2025).
Menurutnya, keresahan ini wajar karena dana masyarakat telah tertahan bertahun-tahun. Terlebih, BTN sebelumnya sempat menyatakan kesediaannya membayar bila perkara hukum telah selesai.
“Putusan MA sudah keluar, sudah final. Maka, wajar jika masyarakat mendesak. Sekarang tinggal komitmen BTN sebagai bank milik negara,” ujarnya.
Meski begitu, Alfonsius masih melihat ada itikad baik dari BTN untuk menyelesaikan persoalan melalui jalur negosiasi. Namun, ia menekankan bahwa pembayaran nyata adalah yang paling ditunggu.
MADN: Putusan MA Final, BTN Harus Taat
Desakan juga datang dari Sekretaris Jenderal Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Yakobus Kumis, yang menyatakan bahwa masyarakat adat kini menunggu ketegasan BTN menjalankan putusan pengadilan.
“Sebagian besar anggota CU adalah masyarakat adat Dayak. Saya sering ditanya-tanya kenapa belum juga dibayar? Padahal sudah jelas putusan MA final dan tidak ada upaya hukum lagi,” ungkapnya.
Yakobus menegaskan, sebagai bank milik negara, BTN seharusnya memberikan contoh yang baik dalam menaati hukum.
“Ini murni masalah hukum. Kalau sudah diputus dan final, maka harus dijalankan. Kalau tidak, sama saja menantang hukum dan itu bisa berkonsekuensi pidana,” tegasnya.
Menolak Putusan MA Bisa Dipidana
Pengabaian terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap bisa dijerat pidana. Berdasarkan Pasal 216 KUHP, pihak yang dengan sengaja tidak mematuhi perintah atau putusan hakim dapat diancam hukuman penjara hingga 4 bulan 2 minggu.
Jika unsur pidana terbukti, pelaku dapat dijerat lebih berat melalui Pasal 421 KUHP bila ada unsur penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat negara, dengan ancaman penjara hingga 2 tahun 8 bulan.
Tak hanya itu, pihak-pihak yang sengaja menghalangi atau memanipulasi eksekusi putusan pengadilan juga bisa dijerat pasal obstruction of justice sebagaimana diatur dalam hukum pidana dan KUHAP.
BTN Harus Jadi Contoh Taat Hukum
Alfonsius menyatakan pihaknya masih meyakini BTN akan menyelesaikan kewajibannya. Namun, jika penundaan terus terjadi tanpa alasan sah, langkah hukum lain akan ditempuh demi keadilan bagi anggota CU Lantang Tipo.
“Kami tetap percaya BTN akan patuh hukum. Tapi kalau tidak, kami akan mengambil langkah hukum yang diperlukan, termasuk pidana,” tegasnya.
CU Lantang Tipo dan para anggotanya kini berharap pemerintah dan lembaga hukum turut mengawal proses eksekusi agar tidak ada lagi ketidakpastian hukum dalam sengketa yang telah bergulir lama ini.
Leave a Reply