Arsip

Bea Cukai Tahan Tiga Truk Bermuatan 20 Ton Pakaian Bekas di Kalbar

Petugas terpantau sedang membongkar bundelan besar diduga pakaian bekas yang tersusun di dalam bak kendaraan. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

PONTIANAK, RUAI.TV – Petugas Bea Cukai Kalimantan Bagian Barat (Kalbagbar) menahan tiga truk Fuso yang diduga mengangkut pakaian bekas ilegal tujuan Jakarta. Penahanan dilakukan pada Rabu (1/10/2025) sekitar pukul 14.00 WIB.

Petugas membongkar bundelan besar yang tersusun di dalam bak kendaraan dan menemukan muatan berupa pakaian bekas dengan berbagai jenis.

Kasi Humas DJBC Kalbagbar, Murtini, mengonfirmasi adanya penindakan tersebut. Ia menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap barang masih berlangsung.

Advertisement

“Tiga truk Fuso sedang diperiksa. Kami belum bisa memastikan isi seluruh muatan karena proses pemeriksaan belum selesai,” kata Murtini.

Salah seorang sopir truk mengungkapkan bahwa total muatan ketiga kendaraan mencapai sekitar 20 ton. Sopir itu juga menyebut barang tersebut milik seseorang berinisial “G”. Namun, hingga saat ini pemilik barang belum dapat dimintai keterangan.

Petugas Bea Cukai telah menahan ketiga kendaraan beserta muatannya untuk penyelidikan lebih lanjut. Murtini menambahkan, pihaknya akan menyampaikan keterangan resmi melalui konferensi pers dalam beberapa hari mendatang.

Pakaian bekas termasuk barang yang dilarang masuk dan diedarkan di Indonesia. Aturan itu tertuang dalam larangan impor karena dinilai berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, mencemari lingkungan, serta mengganggu keberlangsungan industri tekstil dalam negeri.

Hingga berita ini diterbitkan, truk dan muatan masih berada dalam pengawasan petugas Bea Cukai di wilayah Kalimantan Barat.

Sementara itu, pengamat hukum pidana Universitas Tanjungpura (Untan), Hermansyah menyebut peredaran pakaian bekas atau lelong itu menciptakan dilema dalam penegakan hukum.

Menurutnya, praktik ini di satu sisi bisa membantu perputaran ekonomi masyarakat, tetapi di sisi lain jelas masuk ranah pelanggaran hukum.

“Di spot-spot tertentu kan banyak lelong-lelong begitu. Kenapa ini tidak ditegakkan? Karena satu sisi dia bisa juga menghidupkan ekonomi masyarakat. Perputarannya cukup tinggi sebenarnya, walaupun saya belum punya data berapa besar perputaran ekonomi itu,” kata Hermansyah.

Ia menilai situasi ini ibarat bermuka dua. “Kalau kita lihat, ini bisa menggerakkan ekonomi masyarakat, tapi sejatinya apapun bentuk kejahatannya juga harus diberantas. Hanya saja dalam penegakan hukum, kita juga harus memperhatikan konteks persoalan yang segmented ini,” jelasnya.

Hermansyah menegaskan aparat penegak hukum (APH) perlu lebih bijak. Penindakan tetap harus dilakukan, namun jangan mengabaikan dampak sosial dan ekonomi di lapangan.

“Kita harapkan APH melakukan penegakan hukum dengan melihat kontekstualnya, tidak semata kaku pada aturan,” ujarnya.

Soal efektivitas penindakan yang sudah dilakukan, Hermansyah menilai hasilnya belum menimbulkan efek jera.

“Indikator sederhana saja, kita lihat apakah orang akan melakukan lagi atau tidak. Dari sisi general prevention, orang lain masih meniru perbuatan itu. Dari sisi special prevention, pelaku pun ada yang mengulanginya. Jadi terkesan tidak berpengaruh,” katanya.

Ia bahkan mencontohkan praktik serupa yang semakin terbuka di masyarakat. “Contohnya di spot-spot lelong tertentu, bahkan ada supermarket yang menyediakan makanan impor seperti biskuit. Itu jelas produk yang tidak ada dalam negeri,” ungkapnya.

Hermansyah menyimpulkan, dilema ini muncul karena kebutuhan masyarakat belum sepenuhnya bisa di penuhi oleh negara.

“Satu sisi praktik ini bisa memenuhi kebutuhan, sementara negara belum mencukupi kebutuhan itu. Jadi memang dilematis bagi aparat penegak hukum,” tutupnya.

Advertisement