PONTIANAK, RUAI.TV – Bea Cukai Kalimantan Bagian Barat menegaskan, kasus 800 ribu batang rokok merek Kalbaco yang diamankan pada 14 Agustus 2025 bukanlah produksi ilegal di dalam negeri, melainkan hasil selundupan balik dari Malaysia.
Kasi Humas Bea Cukai Kalbagbar, Martini, menyebut rokok tersebut sejatinya di peruntukkan untuk ekspor, namun kemudian dijual kembali dan masuk ke wilayah Kalbar tanpa dokumen resmi.
“Rokok Kalbaco itu produksinya legal, ada dokumen ekspor dan pengangkutannya. Tapi dari Malaysia, barang itu masuk lagi ke Indonesia tanpa dokumen. Dalam pengungkapan ini, sudah ada satu orang yang di tetapkan sebagai tersangka,” jelas Martini kepada ruai.tv, Kamis 2 Oktober 2025.
Namun hingga lebih dari sebulan sejak penindakan, Bea Cukai belum merilis ke publik baik barang bukti maupun identitas tersangka. Bea Cukai beralasan masih menunggu waktu yang tepat dari pimpinan untuk menyampaikan secara resmi.
Martini menegaskan, pihaknya terus menjalankan fungsi pengawasan terhadap rokok, antara lain melalui pengendalian pita cukai, uji kepatuhan pabrik, operasi pasar, pemantauan harga transaksi, serta sosialisasi kepada masyarakat.
“Semua itu di lakukan untuk memastikan produk rokok yang beredar sesuai aturan dan memberikan kontribusi cukai bagi negara,” katanya.
Sementara itu, Direktur PT Borneo Twindo Group (BTG), Yulius Aho, membenarkan bahwa Kalbaco adalah produk perusahaannya. Namun ia menegaskan, rokok yang di amankan Bea Cukai merupakan barang ekspor yang dibeli kembali oleh pihak tertentu di Malaysia lalu diselundupkan masuk ke Kalbar.
“Yang diamankan itu barang ekspor ke Malaysia. Ada oknum yang sengaja beli dari orang Malaysia lalu bawa lagi masuk ke Kalbar. Perusahaan kami sudah sesuai aturan ekspor, jadi kami mendukung penuh Bea Cukai untuk menindak pemain ilegal, khususnya terkait rokok,” kata Yulius.
Ia juga menepis isu yang mengaitkan perusahaannya dengan nama seorang individu bernama HS. “Saya tidak mengenal yang bersangkutan,” tegasnya.
Kasus Kalbaco kini masih bergulir. Meski satu orang telah berstatus tersangka, publik masih menunggu kejelasan lebih lanjut terkait barang bukti maupun proses hukum yang di jalankan.
Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Barat, Fransiskus Ason, menyoroti lemahnya pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal, termasuk kasus rokok merek Kalbaco yang belakangan mencuat.
Ia menegaskan, sebagai lembaga yang membidangi kepabeanan, Bea Cukai harus bertindak tegas dan transparan dalam menangani kasus tersebut.
Menurut Ason, Kalbaco seharusnya di produksi untuk tujuan ekspor, namun ironisnya justru beredar kembali di Indonesia. Ia meminta agar Produsen harus bertanggung jawab agar produk yang mereka keluarkan tidak menabrak regulasi. “Ini menyangkut kerugian negara dan daerah,” katanya.
Kasus ini kian disorot publik setelah lebih dari sebulan pengungkapan, Bea Cukai belum merilis secara resmi barang bukti maupun tersangka. Direktur perusahaan berinisial AH disebut sudah dimintai keterangan. Bea Cukai beralasan menunggu waktu yang tepat dari pimpinan kantor.
Ason menegaskan, sebagai mitra kerja Bea Cukai, DPRD Kalbar berhak mendapat penjelasan resmi. “Kalau itu sudah tertangkap kemudian tindak lanjutnya, kita di dewan perlu tahu. Setiap ada aspirasi atau demo, masyarakat pasti menyampaikannya ke DPRD. Seharusnya Bea Cukai menghargai itu,” ujarnya.
Politisi Golkar ini menilai, Kalbar merupakan daerah rawan peredaran barang ilegal karena berbatasan langsung dengan Malaysia lewat jalur darat, laut, dan sungai. Kondisi tersebut menjadikan provinsi ini “surganya” barang ilegal, termasuk rokok dan daging beku tanpa izin.
“Ini berkaitan dengan pemasukan negara. Kinerja Bea Cukai harus di tingkatkan. Jangan hanya ramai saat pengungkapan, tapi tindak lanjutnya tidak jelas,” tegas Ason.
Ia mengingatkan, rokok ilegal tidak memberikan kontribusi sama sekali terhadap pendapatan negara maupun daerah. Karena itu, Ason mendorong Bea Cukai menggencarkan operasi pasar, inspeksi mendadak, serta meningkatkan kerja sama lintas lembaga.
“Kalau minim personel, ajukan ke Kementerian Keuangan untuk penambahan. Jangan biarkan pengawasan longgar,” ujarnya.
Lebih jauh, Ason menduga peredaran barang ilegal tidak mungkin berlangsung tanpa keterlibatan pihak tertentu. “Kalau tidak ada kerja sama dengan institusi atau backing, tidak mungkin barang ini bisa masuk dan beredar luas di Kalbar,” katanya.
Ia menegaskan, kerugian negara akibat rokok ilegal sangat besar karena negara tidak menerima pembayaran cukai. “Negara di rugikan karena tidak ada pemasukan dari cukai, sementara barang tetap beredar bebas. Ini jelas melemahkan ekonomi,” pungkasnya.
Leave a Reply