KETAPANG – Program sertifikat tanah yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) Kabupaten Ketapang dipertanyakan oleh warga dusun Mariangin, desa Benua Krio, kecamatan Hulu Sungai. Hal ini dikarenakan oknum Pj Kepala desa Benua Krio yang sekaligus merangkap Sekcam Hulu Sungai bersama pihak ketiga yang membantu proses administrasi pembuatan sertifikat tersebut diduga meminta bagian 40% dari seluruh luasan tanah yang akan disertifikat melalui program Redistrisbusi tanah dari BPN tersebut.
Menurut warga dusun Meriangin yang tak mau disebutkan namanya, ada sekitar 500 hektar tanah yang akan mendapat program sertifikat, sehingga jika dikurangi 40% sebagai kompesasi untuk oknum Pj Kades, maka masyarakat hanya akan mendapat sisanya yaitu 60% atau sekitar 300 hektar, dan 200 hektarnya akan dikuasai oleh pihak diluar masyrakat setempat.
Program sertifikat tanah melaui Kementerian ATR/BPN terebut merupakan program dari Presiden Jokowi dengan tujuan untuk pemerataan distribusi penguasaan tanah bagi rakyat, namun jika tanah yang ada harus dikurangi 40% nya tentu ini akan sangat merugikan bagi rakyat, terutama para pemilik lahan tersebut.
“Ada indikasi proses penyiapan program ini dilapangan tidak transparan oleh kepala desa kepda masyarakat setempat, dimana saat dikonfirmasi ke para pemilik lahan di dusun Mariangin, kami menemukan beberapa informasi yang mengarah pada tindakan penyimpangan, diantaranya terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap persil tanah yang akan di sertifikatkan, biaya tersebut nilainya melebihi angka maksimal yang telah ditetapkan oleh BPN sesuai peraturan yang berlaku,” Jelas warga yang tak mau namanya disebutkan.
Warga menambahkan, pihak desa maupun BPN/ATR tidak pernah menunjukkan data nama-nama yang akan mendapatkan sertifikat tersebut kepada masyarakat. Beberapa waktu lalu beberapa utusan masyarakat sempat menemui kepala kantor pertanahan Ketapang, mereka menemukan ada banyak nama yang terdaftar di pemegang sertifikat tersebut bukan warga mereka Hulu Sungai atau warga dusun Mariangin. Sementara secara aturan sertifikat tanah melalui program Reforma Agraria ini mestinya tidak boleh ada nama lain diluar warga setempat.
Selain itu ada pengakuan dari pemilik lahan bahwa tanah yang akan diserahkan tersebut merupakan titipan dari beberapa oknum pejabat hingga oknum aparat kepolisian, sesuai dengan informasi yang mereka terima dari pihak yang datang sosialisasi.
“Hal ini tidak boleh terjadi, karena akan berdampak sangat buruk bagi program-program pemerintah kedepan, masyarakat akan hilang kepercayaan dan sulit untuk memberikan dukungan dan kontribus positif bagi pemerintah. Untuk menjadi catatan bahwa wilayah yang menjadi objek sertifikat tersebut saat ini secara penguasaan memang milik individu, namun sejarah masa lalu lahan tersebut merupakan konsesi HTI yang berhasil diambil alih masyarakat pada tahun 1994, sehingga jika ada pihak-pihak luar yang ingin menguasai lahan tersebut tidak hanya berurusan dengan pemilik lahan secara individu, melainkan juga dengan masyrakat luas Hulu Sungai,” tuturAgapitus Tokoh Pemuda Hulu Sungai.
Menurut Aga, prinsipnya masyarakat tidak pernah menolak program sertifikat ini, apalagi ini merupakan program yang dibiayai oleh negara sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membuat sertifikat tanahnya. Tapi jika untuk tujuan mendapatkan sertifkat justru akan kehilangan lahan sebesar 40% dari total luasan tanahnya tentu saja masyrakat akan keberatan.
“Saya berharap pihak desa melalui Pj Kepala desa Benua Krio untuk menjelaskan dan membuka data secara terbuka dan trasparan agar tidak ada lagi dugaan dan kecurigaan yang akan berdampak pada masalah sosial lainnya. Pihak BPN Kabupaten Ketapang tidak boleh membiarkan kondisi lapangan seperti ini terjadi, karena dampaknya juga akan menyangkut BPN juga sebagai institusi yang memiliki otoritas tunggal dalam mengeluarkan sertifikat tanah. Kami juga meminta Bupati Ketapang untuk mengawasi tindakan dan setiap kebijakan para bawahan nya baik ditingkat kecamatan hingga tingkat desa,” tegas Agapitus.
Sementara hingga berita ini diterbitkan belum ada keterangan resmi dari pihak Desa Benua Krio dan BPN/ATR Kabupaten Ketapang. (Red).
Leave a Reply