JAKARTA – Kasus kriminalisasi yang dialami Peladang terus mendapat perhatian Persatuan Peladang Tradisional Kalimantan Barat. Salah satunya melalui dialog bersama pihak Kementrian Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia di Jakarta pada 30 Januari 2020 lalu. Sedikitnya disampaikan enam poin pernyataan yang diharapkan menjadi perhatian serius pemerintah.
Yohanes Mijar Usman, Ketua Persatuan Peladang Tradisional Kalimantan Barat membacakan enam poin pernyataan pihaknya di hadapan Brigjenpol Erwin C. Rusmana selaku Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Konflik dan Keamanan Transportasi Nasional yang mewakili Menkopolhukam RI.
“Pertama kami meminta pemerintah menjamin dan memberikan perhatian serius dengan berpihak, menghentikan kriminalisasi dan penangkapan Peladang tradisional. Seperti yang terjadi di Sintang,” jelas Mijar.
Lebih lanjut, pada poin kedua, Persatuan Peladang meminta agar seluruh Peladang yang saat ini ditangkap dan dihadapkan pada proses hukum segera dibebaskan serta dipulihkan nama baiknya. Ketiga, agar menghentikan tuduhan negatif dan menyesatkan yang menuduh Peladang sebagai penyebab kebakaran lahan dan hutan. Keempat, mendesak pemerintah untuk melakukan edukasi pada aparatus negara terkait Peladang tradisional dalam penanganan kasus-kasus kebakaran lahan dan hutan. Kelima, melakukan pemulihan atas dinamika, situasi gamang dan persoalan yang dihadapi Peladang tradisional dan keenam mendesak pemerintah untuk menjamin pengakuan dan perlindungan hak-hak Peladang tradisional dengan mengesahkan penerbitan Undang-Undang Masyarakat Adat.
Atas sejumlah poin pernyataan yang disampaikan, Erwin C. Rusmana mewakili Menkopolhukam RI menyampaikan akan meneruskan pernyataan yang disampaikan. Pihaknya juga menyampaikan bahwa Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi target dari enam daerah yang menjadi perhatian pihaknya ke depan.
Selain berdialog, Persatuan Peladang Tradisional Kalimantan Barat juga membawaserta sejumlah hasil ladang seperti beras kampung, prenggi, labu, timun kampung dan lainnya yang diberikan sebagai ungkapan terima kasih kepada pihak Menkopolhukam RI atas kesediaan berdialog.
Sebagaimana diketahui, dialog yang dilakukan bersama pihak Kemenpolhukam RI buntut dari pernyataan Wiranto selaku Menkopolhukam yang kala itu menuduh Peladang sebagai penyebab kebakaran hutan.
“Atas pernyataan sinis Bapak Wiranto tersebut, selain menyampaikan kecaman, Persatuan Peladang Tradisional Kalimantan Barat kala itu juga mengirim surat pemohonan dialog yang disampaikan sejak 1 Oktober 2019 dan baru diterima untuk berdialog pada 30 Januari 2020 kemarin,” jelas Hendrikus Adam yang turutserta berdialog.
Lebih lanjut, aktivis WALHI Kalimantan Barat ini menilai pemerintah dan semua pihak penting memastikan agar keberadaan Peladang berkearifan lokal berikut hak-haknya yang terabaikan selama ini diperhatikan serius. “Apresiasi, salam hormat dan terima kasih kepada petani dan khususnya pada Peladang harusnya diberikan, terlebih buah kerja keras mereka berupa nasi maupun hasil pertanian lainnya dapat kita nikmati selama ini. Karenanya kita berharap tidak ada lagi tuduhan miring dan kriminalisasi dialami Peladang” pinta Adam
Adapun dialog yang telah dilangsungkan turut dihadiri Pengurus Persatuan Peladang, tetua adat, perwakilan Peladang dari Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang didampingi Pengurus Wilayah dan Pengurus Besar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). (Red).
Leave a Reply