PONTIANAK – Sejumlah pihak berkomitmen menghentikan laju perdagangan ilegal satwa liar dilindungi di Kalimantan Barat. Upaya ini merujuk pada sejumlah fakta yang mengarah pada masih tingginya minat warga untuk memiliki bagian tubuh satwa liar, mengonsumsi, atau bahkan memeliharanya. “Kita memang dituntut untuk tak pernah lelah berusaha menekan laju kerusakan ekosistem yang salah satunya dipicu oleh perdagangan ilegal satwa liar dilindungi,” kata HM Hermayani Putera, moderator diskusi dalam Kampanye Stop Perdagangan Ilegal Satwa Liar yang digagas WWF-Indonesia bekerja sama kepolisian dan Yayasan Planet Indonesia di Pontianak, Senin (27/5/2019). Kampanye yang diikuti oleh para pemangku kepentingan dari lintas sektoral ini adalah rangkaian dari Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia yang jatuh setiap 22 Mei setiap tahunnya. Hadir sebagai pemantik diskusi adalah Ustadz Lukmanul Hakim dari Pondok Modern Munzalan, Kanit 1 Subdit 4 Ditkrimsus Polda Kalbar Komisaris Pol Supriyadi, Biodiversity Manager Yayasan Planet Indonesia Wahyu Putera, Polisi Kehutanan Madya dan Koordinator PPNS Balai Penegakan Hukum Kalimantan Seksi III Pontianak KLHK M Dedy Hardinianto, dan Wildlife Protection Manager WWF-Indonesia Dr Sunarto. Dalam paparannya, kelima pemantik diskusi lebih menitikberatkan pada aspek perilaku manusia dalam laku hidup sehari-hari. “Kalau kita zalim terhadap sesama makhluk hidup, itu harus ditanggung dunia dan akhirat. Karena zalim itu hukumnya adalah hutang,” kata Ustadz Lukmanul Hakim. Lukmanul menegaskan bahwa siapapun yang zalim di muka bumi akan dicabut ketenangan hatinya, kebahagiaannya, dan keberkahannya. “Ketiga aspek itu tidak akan pernah bisa dibeli dengan uang, seberapa besar pun itu. Maka, saya mengajak semua pihak untuk terus mengasah kepedulian terhadap sesama makhluk hidup, termasuk satwa. Kata kuncinya adalah peduli,” jelasnya. Sementara Manajer Program Perlindungan Terintegrasi dan Ekolog Satwa Liar WWF-Indonesia Dr Sunarto secara teknis memilih 21 kelompok satwa yang harus dilindungi. Seluruh kelompok satwa itu sudah masuk dalam status terancam punah. Salah satu kelompok satwa yang sangat memprihatinkan keselamatannya justru ada di wilayah Kalbar. “Habitatnya di sini. Bahkan sudah jadi maskot daerah. Satwa tersebut adalah burung enggang gading. Ini yang kerapkali kasus perdagangannya mencuat ke ranah publik,” jelasnya. Jika ditelisik lebih jauh, kata Sunarto, rantai pasar yang bergerak secara sistematis adalah salah satu pemicu tingginya angka perdagangan satwa liar ini. Jika permintaan pasar tinggi, maka hal ini akan bergerak seiring dengan aktivitas pemasok. “Tidak mengherankan, jika kita masuk ke dalam hutan dan hanya sunyi yang terdengar, berarti ada persoalan ekosistem serius di sana,” cetusnya. Dua pemantik diskusi lainnya, masing-masing Wahyu Putra dan Dedy Hardinianto lebih menyoroti ruang-ruang perdagangan ilegal satwa liar dilindungi dan penanganan hukumnya. Termasuk langkah-langkah aparatus dalam menindak para pelaku hingga berkekuatan hukum tetap. Sedangkan Kanit 1 Subdit 4 Ditkrimsus Polda Kalbar Komisaris Pol Supriyadi menekankan pentingnya kesadaran bersama untuk melaporkan kepada aparat jika melihat gelagat perdagangan ilegal satwa liar dilindungi. “Laporkan kepada kami atau aparat hukum lainnya supaya bisa ditindaklanjuti. Bisa juga dilaporkan melalui e-Pelaporan Satwa Liar,” jelasnya. Hermayani Putera mengunci diskusi dengan sebuah kesimpulan bahwa kinerja dan sinergitas antara aparat dan pekerja konservasi di Kalbar sudah berjalan dengan baik. Tapi aktivitas perdagangan ilegal satwa liar belum kunjung surut. “Itu kabar buruknya. Mari kita terus berikhtiar hingga di titik zero perdagangan ilegal satwa liar dilindungi,” pintanya. (Red).
Saatnya Kalbar Zero Perdagangan Ilegal Satwa Liar Dilindungi
Apa reaksi kamu?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Leave a Reply