PONTIANAK, RUAI.TV – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam aliansi BEM SI KERAKYATAN bersama aliansi FKBK menggelar aksi ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat di Jalan Ahmad Yani Pontianak, Senin sore 15 Juli 2024.
Kedatangan mereka sambil membawa spanduk bertulisakan “Kejati Tutup Mata, Apakah Sudah Terima Cendra Mata ??”. Mereka di sambut oleh Aspidsus Kejati Kalbar, Siju, dan sejumlah Pejabat Utama di luar pagar pintu masuk Kejati.
Aksi tersebut sebagai bentuk keprihatinan mahasiswa terhadap berbagai persoalan di Kalbar yang menimbulkan ketidakadilan termasuk masalah tindak pidana korupsi yang banyak merugian negara.
Massa meminta agar kasus korupsi yang di tangai oleh Kejati Kalbar di selesaikan dan terbuka dalam proses penanganan kepada publik. Satu di antara kasus yang sedang di tangani oleh Kejati Kalbar yakni terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi Dana Hibah Yayasan Mujahidin Kalbar.
“Menuntut Kejati Kalbar untuk memberikan transparansi dan publikasi terhadap proses penyelesaian kasus indikasi penyelewengan Dana Hibah Yayasan Mujahidin. Menuntut keras Edyward Kaban untuk menindak tegas pelaku penyelewengan dana hibah Yayasan Mujahidin,” ujar Korlap Aksi, Indra, saat menyampaikan orasi dan pernyataan sikapnya.
Mahasiswa menilai, kasus yang menyeret Mantan Gubernur Kalbar, Sutarmidji tersebut sudah berlangsung sangat lama, namun belum ada titik terang dan sampai sekarang belum tahu siapa tersangkanya. Para kaum intelektual itu juga menyayangkan dugaan korupsi itu terjadi di tengah banyak persoalan pembangunan di Kalbar yang harus di tangani oleh pemerintah.
Mereka meminta agar penanganan kasus itu tidak di kaitkan dengan politik maupun pilkada, jika ada yang terlibat dalam kasus dugaaan korupsi dan ikut mencalonkan dalam pilkada 2024, maka ada baiknya di tindak tegas sesuai hukum yang berlaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena orang tersebut tidak layak lagi untuk menjadi memimpin.
Menurut mahasiswa, sampai saat ini belum ada keterangan pers dari Kejati Kalbar dalam proses penanganan kasus tersebut, terlebih dalam penyaluran dana hibah di lakukan secara berturut-turut dan di duga penggunaan dana hibah tidak sesuai peruntukan dengan yang di ajukan.
Jika kasus ini tidak di ungkap secara gamblang, mahasiswa akan terus melakukan aksi dengan jumlah massa lebih besar untuk mengawal kasus Dugaan Tipikor Dana Hibah Mujahidin, termasuk kasus-kasus tipikor lainnya yang terjadi selama ini di Kalbar.
Menanggapi tuntutan mahasiswa, Kajati Kalbar, Edyward Kaban, melalui Asisten Pidana Khusus, Siju, menegaskan, penanganannya masih terus berlanjut. Sampai saat ini pihaknya sudah memeriksa 27 orang sebagai saksi.
“Kelanjutan atau penanganan perkara dana hibah Masjid Mujahidin sampai saat ini masih berlanjut. Tentunya kita juga menghargai karena ini juga tahun politik agar tidak membuat gaduh, sampai pilkada selesai baru kita kembali,” ungkapnya.
Sementara saat wartawan menanyakan keterlibatan mantan Gubernur Kalbar, Sutarmidji, dalam kasus ini dan apakah yang bersangkutan sudah di periksa atau belum, Aspidsus engan memberikan komentar banyak.
“Ya, nanti akan kami sampaikan, ada” tuturnya singkat sambil meninggalkan lokasi wawancara.
Kasus dugaan tipikor dana hibah Yayasan Masjid Mujahidin mencuat setelah di laporkan ke Kejati Kalbar. Dana hibah itu di persoalankan karena di salurkan secara berturut-turut.
Selain itu, penggunaan dana hibah juga di duga tidak sesuai peruntukan, karena di gunakan untuk membangun sejumlah kios di SMA Mujahidin dan di komersilkan oleh Ketua Yayasan Pendidikan Mujahidin, Mulyadi, yang tak lain adalah adik kandung mantan Gubernur Kalbar.
Pengamat Hukum Pidana Universitas Tanjungpura, Dr Hermansyah, menjelaskan, aturan dalam penggunaan dana hibah sudah jelas memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP). Hal yang penting di lihat adalah tujuan dari hibah itu sendiri sudah sesuai peruntukannya atau tidak.
“Norma pidana sebenarnya sederhana saja. Apakah tujuan dari hibah itu sesuai atau tidak. Manakala pemberian hibah itu tidak sesuai dengan normanya itu jelas dilarang,” kata Ahli Hukum Pidana Untan ini.
Selanjutnya, ia memaparkan, hal yang perlu di lihat juga dalam norma hukum pidana yakni kesesuaian dana hibah dari pemberi dengan yang di terima, karena keduanya sama-sama bertanggungjawab atas dana yang di hibahkan.
Dalam penggunaannya dan pelaksanaannya juga di lihat apakah terjadi mark up atau tidak termasuk kesesuaian peruntukannya antara yang di ajukan dengan yang di laksanakan oleh pihak penerima hibah.
“Tapi yang jelas dalam hukum pidana itu di lihat di dalam perencanaan dan dalam SOPnya jelas terkait alur pemberian hibah itu tadi. Sepanjang itu sesuai tidak masalah. Tapi ketika tidak sesuai dengan alurnya itu berarti sudah melanggar norma-norma hukum pidana itu,” tegasnya.
Karena, kata Hermansyah, dana hibah tersebut menyangkut kepentingan-kepentingan umum yang sumber dananya dari uang rakyat. Beda halnya dengan hibah milik pribadi seorang tidak menjadi masalah.
“Namun jika yang dihibahkan sesuatu yang sifatnya bersumber dari uang rakyat, korupsilah itu,” pungkasnya. (RED)
Leave a Reply