BENGKAYANG, RUAI.TV – Petani mandiri kelapa sawit masih kesulitan mengelola kebun, akibat harga tandan buah segar (TBS) rendah. Pendapatan petani pun tak cukup untuk membiayai pembelian pupuk dan racun gulma.
Di Kabupaten Bengkayang, harga sawit terbilang belum stabil. Angka per kilogram berkisar di bawah Rp 2.000. Rata-rata TBS petani per kilogram-nya hanya seharga Rp 1.600 hingga Rp 1.800.
Baca juga: Isu Penculikan di Pontianak, Ini Kisah Sebenarnya
Satu di antara petani mandiri, Firdaus, mengungkapkan, pendapatannya saat ini tak seimbang dengan biaya yang harus dia keluarkan untuk mengelola kebun. Semakin parah, harga harga pupuk juga terus meroket.
“Kalau saya ngitung-ngitung, paling hanya Rp 100 ribu song bersihnya (hasil panen) untuk kebutuhan dapur. Meningat ongkos orang manen Rp 100 (seratus rupiah) sekilo. Ada dua tenaga pemanen membantu saya,” ujar Firdaus, Selasa (31/01/2023).
Baca juga: Jika Tak Punya Alat Ini, Data Stunting Bisa Keliru
Dia menyebut, jika harga sawit di bawah Rp 2.000 per kilogram, masih cukup berat bagi petani. Apalagi biaya perawatan kebun lebih tinggi dari pendapatan yang mereka peroleh.
Dia pun memaparkan rincian: biaya panen yang harus dia persiapkan sebesar Rp 100 per kilogram. Kemudian biaya pengangkutan dari lokasi kebun ke pengepul Rp 1.200 setiap kilogram TBS.
Baca juga: 121 ASN Ketapang Jadi Pj Kades
Pembelian pupuk bisa menghabiskan duit jutaan rupiah. Masih harus melakukan perawatan kebun, mencakup pembersihan lahan, pemupukan, dan pengendalian gulma. Satu kapling lahan menelan biaya sekitar Rp 1 juta untuk penyemprotan obat selama enam bulan.
“Pupuk tidak mampu terjangkau. Kadang enam tahap saya panen baru sekali saya beli pupuk, kadang dua kampel pupuk yang murah saja. Saya sih minta, pemerintah bisa mempertimbangkan segala keluh kesah kami petani sawit ini,” ujar Firdaus. (RED)
Leave a Reply