BENGKAYANG, RUAI.TV – Sidang kasus penyelundupan rokok ilegal merek Kalbaco dengan nilai kerugian negara mencapai Rp774 juta kembali bergulir di Pengadilan Negeri Bengkayang, Rabu (19/11/2025).
Agenda sidang kali ini menghadirkan saksi ahli dari Bea Cukai, Zacky Taufik, yang memberikan keterangan mengenai prosedur cukai, identifikasi barang bukti, serta keterkaitan para pihak yang terlibat dalam peredaran rokok tanpa pita cukai tersebut.
Kasus ini menyita perhatian karena melibatkan jaringan yang diduga beroperasi di wilayah perbatasan Jagoi Babang hingga Bengkayang, serta fakta bahwa tiga warga Bengkayang kini ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Bea Cukai Kalimantan Barat.
Mereka adalah Saroha Raja Gukguk alias Aritonang, Herrina alias Aling, dan Dame, yang diduga berperan sebagai pemilik, pengendali, dan koordinator gudang penyimpanan rokok ilegal tersebut.
Perkara ini bermula pada Selasa (12/8/2025) ketika tim penindakan Bea Cukai Kalimantan Bagian Barat menerima informasi intelijen mengenai adanya pengiriman rokok ilegal yang diperkirakan bergerak dari wilayah perbatasan Jagoi Babang menuju Kota Bengkayang.
Informasi ini langsung ditindaklanjuti dengan operasi lapangan yang melibatkan personel Bea Cukai bersama anggota Kesatuan Polisi Militer Angkatan Udara Harry Hadisoemantri.
Tim gabungan melakukan penyisiran di jalur utama perbatasan hingga menetapkan titik sweeping di depan Pangkalan TNI AU Harry Hadisoemantri, Jalan Raya Sanggau Ledo. Sekitar pukul 23.00 WIB, petugas menghentikan sebuah truk Mitsubishi Thermo King warna kuning dengan nomor polisi B 9923 FXX.
Truk tersebut dikemudikan oleh pria bernama Hendri Siregar, yang kemudian ditetapkan sebagai terdakwa. Ketika petugas memeriksa muatan, mereka menemukan tumpukan 475 karton berisi sosis “Frankurter Ayam”, namun di baliknya terselip 50 karton rokok Kalbaco tanpa pita cukai, dengan total 800.000 batang.
Modus penyembunyian rokok ilegal di balik tumpukan karton sosis menjadi salah satu faktor yang menarik perhatian publik. Dalam persidangan, jaksa membeberkan bahwa perlakuan penyamaran ini dilakukan untuk mengelabui pemeriksaan jalan raya.
Dokumen perjalanan truk juga menggunakan surat jalan umum sehingga muatan tampak legal bagi petugas nonspesialis. Dalam kesaksian, saksi ahli Bea Cukai menegaskan bahwa sistem pengamanan pita cukai bekerja berdasarkan pengamatan fisik dan pemeriksaan dokumen resmi.
Ketika rokok tidak memiliki pita cukai, maka barang tersebut secara otomatis digolongkan sebagai barang kena cukai ilegal. “Rokok Kalbaco yang ditemukan tidak memiliki pita cukai, tidak dilengkapi dokumen PIB, dan jumlahnya sangat besar. Ini menunjukkan bahwa barang tersebut tidak melalui proses pelunasan cukai,” jelas saksi ahli.
Melalui data yang tertuang dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Bengkayang, penyidik menelusuri bahwa terdakwa tidak bekerja sendirian. Terdapat tiga nama lain yang disebut terlibat langsung, yaitu:
- Saroha Raja Gukguk alias Aritonang, diduga pemilik barang,
- Herrina alias Aling, diduga sebagai penghubung dan pengendali distribusi,
- Dame, kepala gudang di Pare, Jagoi Babang, yang mengatur proses pemuatan barang.
Ketiganya kini berstatus DPO karena tidak hadir dalam proses hukum dan tidak dapat dijangkau tim penyidik. Di persidangan, terdakwa Hendri mengaku menghubungi Herrina pada pukul 14.30 WIB di hari yang sama sebelum ditangkap. Ia memberi tahu bahwa truk sudah siap mengangkut barang. Herrina kemudian memintanya menuju Gudang Pare di Jagoi Babang untuk mengambil rokok Kalbaco milik Aritonang yang dikatakan berasal dari Malaysia.
Setibanya di gudang, terdakwa bertemu Dame yang mengarahkan proses pemuatan rokok. Tim gudang kemudian menyusun 50 karton rokok secara rapi di bagian depan muatan, lalu menutupinya dengan 475 karton sosis. Dame juga memberikan surat jalan dan mengarahkan agar muatan tersebut dikirim ke gudang lain di Sungai Raya.
Jaksa Penuntut Umum Fajar Prasetyo Abadi mengungkap fakta menarik dalam kasus ini. Menurutnya, rokok Kalbaco seharusnya diekspor ke luar negeri, namun justru dimasukkan kembali ke wilayah Indonesia melalui jalur tidak resmi.
“Dalam dokumen dan keterangan ahli, rokok ini rencananya untuk ekspor. Tetapi kenyataannya dibawa kembali ke dalam negeri dari jalur perbatasan Jagoi Babang menuju Bengkayang tanpa dokumen resmi,” jelasnya.
Fajar menambahkan bahwa tindakan tersebut melanggar ketentuan cukai dan perpajakan karena barang yang seharusnya diekspor memiliki skema pembayaran cukai yang berbeda. Ketika barang masuk kembali tanpa prosedur resmi, negara mengalami kerugian lebih besar.
Dalam persidangan, jaksa memaparkan perhitungan kerugian negara secara detail:
- Cukai SKM (Sigaret Kretek Mesin)
Tarif cukai SKM tahun 2025 adalah Rp746 per batang.
Kerugian cu aki: 800.000 batang × Rp746 = Rp596.800.000 - Pajak Rokok 10% dari Nilai Cukai
Pajak Rokok = 10% × Rp596.800.000 = Rp59.680.000 - PPN Hasil Tembakau 9,9%
Berdasarkan rumus PPN HT = 9,9% × jumlah batang × harga jual eceran per batang.
Harga jual eceran rokok Kalbaco = Rp1.485.
PPN HT = 9,9% × 800.000 × Rp1.485 = Rp117.612.000
Dari ketiga komponen tersebut, total kerugian negara mencapai Rp774.092.000. Angka ini menjadi salah satu dasar Jaksa Penuntut Umum menilai bahwa tindak pidana yang dilakukan memiliki dampak ekonomi besar bagi negara.
Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 54 dan Pasal 56 UU Cukai serta Pasal 55 KUHP mengenai perbuatan bersama. Hukuman yang diatur dalam UU Cukai adalah:
- Pidana penjara 1–5 tahun,
- Denda minimal 2 kali lipat hingga maksimal 10 kali lipat nilai cukai.
Jika hakim memutuskan denda maksimum, maka denda dapat mencapai miliaran rupiah. Fajar menekankan bahwa keterlibatan tiga DPO sangat penting untuk mengungkap jaringan distribusi rokok ilegal di wilayah Kalimantan Barat.
“Terdakwa menyebut secara terbuka bahwa rokok yang ia bawa adalah milik Saroha Raja Gukguk alias Aritonang. Herrina dan Dame juga disebut berperan. Ketiganya sudah ditetapkan Bea Cukai sebagai DPO,” ujarnya.
Ia meminta masyarakat yang mengetahui lokasi ketiga orang tersebut untuk melapor ke aparat penegak hukum. Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Anggalanton Boang Manalu, didampingi Hakim Anggota Rizky Kurnia dan Borris Ficthe Siagian. Ketiganya memeriksa saksi ahli secara mendalam, terutama mengenai status barang bukti, jalur peredaran rokok, dan poin-poin penyimpangan dalam dokumen truk.
Saksi ahli menegaskan bahwa 800 ribu batang rokok Kalbaco itu telah memenuhi unsur pelanggaran cukai karena:
- tidak memiliki pita cukai,
- tidak dilengkapi dokumen PIB,
- disembunyikan dari pemeriksaan,
- dan tidak ada bukti pembayaran cukai.
Hakim menilai keterangan saksi sangat membantu untuk memperjelas konstruksi hukum perkara ini. Kasus ini kembali menyoroti jalur perbatasan Jagoi Babang yang kerap digunakan untuk keluar-masuk barang ilegal dari dan ke Malaysia. Lokasinya yang relatif sepi dan minim pengawasan di titik tertentu membuatnya rawan menjadi jalur penyelundupan.
Bea Cukai Kalbar sebelumnya telah beberapa kali menggagalkan upaya penyelundupan rokok, minuman beralkohol, serta barang-barang tanpa dokumen legal melalui jalur yang sama. Kasus rokok Kalbaco ini mempertegas bahwa jaringan ilegal masih beroperasi aktif dan memanfaatkan celah pengawasan.
Berdasarkan pola pengiriman barang, aparat menduga jaringan ini melibatkan pihak-pihak yang memiliki:
- akses gudang di wilayah perbatasan,
- kendaraan logistik berkapasitas besar,
- dan kemampuan menyalurkan barang dalam jumlah besar ke wilayah Kalbar.
Penyidik juga menyelidiki apakah jaringan tersebut terhubung dengan peredaran rokok ilegal di kota-kota lain seperti Pontianak, Singkawang, dan Sambas.
Sidang perkara ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan terdakwa. Jaksa memastikan bahwa proses hukum berjalan transparan serta mengedepankan pembuktian berdasarkan fakta dan barang bukti.
Fajar berharap DPO Saroha, Herrina, dan Dame segera ditangkap agar jaringan peredaran rokok ilegal Kalbaco dapat terungkap secara utuh.















Leave a Reply