Arsip

Jampidum Setujui Penghentian Dua Perkara di Kalbar Lewat Restorative Justice

Kepala Kejati Kalbar Emilwan Ridwan memimpin ekspose menyeluruh terhadap penanganan dua perkara Lewat Restorative Justice. (Foto/Penkum)
Advertisement

PONTIANAK, RUAI.TV – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat menegaskan komitmen untuk memperkuat penerapan Restorative Justice (RJ) setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) menyetujui penghentian penuntutan terhadap dua perkara pidana yang diajukan Kejati Kalbar.

Persetujuan ini keluar setelah ekspose menyeluruh yang berlangsung secara virtual pada Senin (17/11/2025), dipimpin Kepala Kejati Kalbar Emilwan Ridwan serta diikuti jajaran kejaksaan se-Kalbar.

Jampidum memberikan lampu hijau setelah memastikan seluruh syarat formil dan materiil terpenuhi, termasuk adanya kesepakatan damai antara tersangka dan korban yang difasilitasi jaksa. Mekanisme RJ kembali menjadi jalur penyelesaian perkara yang dinilai memberikan keadilan lebih humanis dibanding proses peradilan biasa.

Advertisement

Sesjampidum menekankan bahwa RJ bukan sekadar menghentikan perkara, melainkan menghadirkan negara lewat pendekatan pemulihan yang menempatkan korban, tersangka, dan masyarakat dalam satu ruang dialog. Penilaian terhadap permohonan RJ juga berlangsung ketat, terutama pada itikad baik tersangka, pemulihan kerugian, serta jaminan bahwa tindak pidana tidak akan terulang.

Kejati Kalbar menegaskan bahwa penghentian dua perkara ini mencerminkan semangat kejaksaan menghadirkan keadilan yang tidak hanya berfokus pada pemidanaan.

“Kami ingin memastikan setiap penyelesaian perkara membawa manfaat nyata bagi masyarakat dan memperbaiki hubungan sosial yang sempat retak,” tegas Kejati dalam rilis yang disampaikan Kasi Penkum I Wayan Gedin Arianta.

Dua perkara yang disetujui untuk dihentikan penuntutannya yaitu:

  1. Perkara pencurian sepeda atas nama Bong Tjie Kian alias Akhian dari Kejari Singkawang, yang dijerat Pasal 362 KUHP.
  2. Perkara penipuan penjualan tanah atas nama Diki Santoso alias Patkay dari Kejari Sintang, yang dijerat Pasal 378 KUHP.

Dalam kedua perkara ini, jaksa fasilitator mempertemukan para pihak yakni; tersangka, korban, keluarga kedua belah pihak, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama. Proses dialog menghasilkan perdamaian, pemulihan kerugian, serta kesepakatan untuk melanjutkan hubungan sosial tanpa dendam. Masyarakat juga merespons positif keputusan tersebut.

Pertimbangan penghentian penuntutan merujuk pada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020. Kedua tersangka belum pernah melakukan tindak pidana, ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun, serta kerugian telah dipulihkan. Unsur penting lainnya adalah kondisi sosial yang membaik setelah perdamaian tercapai.

Kajati Kalbar Emilwan Ridwan menegaskan bahwa pendekatan RJ menjadi salah satu terobosan penting dalam sistem hukum Indonesia. Ia menyebut RJ mampu menciptakan penyelesaian konflik hukum yang cepat, efisien, dan tetap menjunjung rasa keadilan.

“Pendekatan keadilan restoratif adalah langkah maju dalam memberikan ruang bagi pemulihan hubungan dan tanggung jawab pelaku tanpa mengabaikan hak-hak korban. Ini adalah wujud keadilan yang lebih humanis, inklusif, dan relevan dengan nilai-nilai masyarakat kita,” ujarnya.

Emilwan menambahkan bahwa Kejati Kalbar ingin membangun sistem hukum yang lebih bermartabat, adil, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat. Ia juga memastikan bahwa penerapan RJ akan terus berlangsung secara selektif dan akuntabel.

Kejaksaan menargetkan perluasan layanan Rumah Restorative Justice di berbagai wilayah Kalbar. Fasilitas ini menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyelesaikan perkara secara cepat dan bijak, terutama untuk kasus tertentu yang memungkinkan penyelesaian non-litigasi.

Kejati Kalbar berharap keberadaan Rumah RJ semakin mendekatkan pelayanan hukum yang humanis kepada masyarakat. Selain mempercepat proses penyelesaian, pendekatan ini juga dinilai mampu menghemat sumber daya dan mengurangi beban peradilan.

Restorative Justice terus menjadi sorotan karena mengubah cara masyarakat memandang penyelesaian perkara. Mekanisme ini menempatkan pemulihan sebagai prioritas utama, bukan semata-mata penghukuman. Kejati Kalbar memandang dua penghentian perkara ini sebagai bukti bahwa RJ semakin relevan dalam menjawab kebutuhan keadilan masyarakat hari ini.

I Wayan Gedin Arianta menegaskan bahwa penerapan RJ bukan langkah mundur dalam penegakan hukum, melainkan pilihan yang tepat dalam kasus tertentu untuk memulihkan kembali keseimbangan sosial.

“Kami ingin memastikan bahwa setiap keputusan benar-benar membawa manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Penghentian dua perkara ini memperlihatkan bagaimana Kejati Kalbar memaknai keadilan secara lebih luas, keadilan yang tidak berhenti pada vonis, tetapi menata kembali hubungan sosial, memulihkan kerugian, dan menjaga harmoni di tengah masyarakat.

Advertisement