MELAWI, RUAI.TV – Program pengadaan benih atau bibit ternak pada Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Melawi Tahun Anggaran 2022 diduga menimbulkan potensi kerugian keuangan negara.
Dugaan tersebut mengacu pada hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Kalimantan Barat Nomor 21/B/LHP/XIX.PNK/5/2023 tertanggal 2 Mei 2023 atas APBD Kabupaten Melawi Tahun Anggaran 2022.
Dalam laporan itu disebutkan adanya belanja persediaan bibit ternak untuk diserahkan kepada masyarakat dengan total anggaran di antaranya:
- Pengadaan bibit sapi: Rp15.367.956.000
- Pengadaan bibit calon induk sapi: Rp1.606.272.000
- Pengadaan bibit babi: Rp3.939.100.000
- Pengadaan bibit ayam dan pakan: Rp647.749.000
- Pengadaan bibit kambing: Rp149.505.000
Standar harga satuan hewan ternak yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Melawi, antara lain:
- Sapi bali jantan umur 24–36 bulan: Rp12.150.000–Rp13.097.700 per ekor
- Sapi bali betina umur 18–24 bulan: Rp10.900.000–Rp11.665.500 per ekor
- Calon induk sapi bali: Rp14.000.000 per ekor
- Babi lokal betina: Rp2.790.000 per ekor
- Babi lokal jantan: Rp3.108.000 per ekor
Berdasarkan perhitungan menggunakan standar harga tersebut, diperkirakan jumlah hewan yang harus disalurkan kepada masyarakat yaitu:
- Sapi bali: ±1.265 ekor
- Calon induk sapi: ±115 ekor
- Babi lokal: ±1.412 ekor
Dalam pelaksanaannya, BPK turut mencatat adanya dua permasalahan utama:
1. Indikasi Pemecahan Paket Pengadaan
BPK mencatat pengadaan bibit sapi, babi, dan calon induk sapi di laksanakan menggunakan metode pengadaan langsung melalui 185 paket kontrak, masing-masing bernilai di bawah Rp200 juta, dengan total realisasi Rp20.913.328.000. Metode tersebut dipilih berdasarkan pengelompokan pagu per kelompok tani penerima.
2. Kelompok Tani Penerima Tak Terdaftar pada Sistem SIMLUHTAN
BPK menjelaskan bahwa sejumlah kelompok tani penerima bantuan tidak terdaftar dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian (SIMLUHTAN) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2016.
Selain temuan BPK, pemeriksaan lapangan oleh masyarakat pelapor dan pihak terkait mengklaim masih banyak warga yang tidak mengetahui keberadaan kelompok tani maupun penyaluran hewan ternak yang dimaksud. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa terdapat penyaluran yang tidak terlaksana sesuai data perencanaan.
Ketua Wilayah Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Kalbar, Ellysius Aidy, meminta Aparat Penegak Hukum (APH) menindaklanjuti dengan penyelidikan guna memastikan kebenaran data pelaksanaan program tersebut.
“PW GNPK RI Kalbar mendorong agar kasus ini ditangani sampai tuntas dan semua pihak terkait dimintai keterangan untuk memastikan kepastian hukum,” ujarnya, Rabu, 5 November 2025.
Lembaga ini menyebut temuan awal yang juga pernah disampaikan Kejaksaan Tinggi Kalbar menunjukkan adanya dugaan pelanggaran yang berdampak pada kerugian keuangan negara. Seluruh dugaan tersebut masih memerlukan pembuktian lebih lanjut oleh APH.
“Kami akan kawal kasus ini, BPKP, Inspektorat dan Lembaga yang berkaitan dengan ini mesti bergerak cepat untuk menghitung kerugian negara, jika ada potensi kerugian negara pihak terkait harus bertanggungjawab atas perbuatannya di mata hukum,” pungkasnya.
PW GNPK RI Kalbar menambahkan bahwa Dasar laporan peraturan pemerintah Republik Indonesia Pasal 68 Tahun 1999 Tatacara peran serta Masyarakat Dalam penyelenggaraan Negara.















Leave a Reply