BENGKAYANG, RUAI.TV – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkayang menerima pelimpahan tersangka HS (48) beserta barang bukti ribuan batang rokok ilegal merek Kalbaco produksi PT Borneo Twindo Group dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kalimantan Bagian Barat.
Pelimpahan tahap II tersebut berlangsung pada Kamis, 9 Oktober 2025, sekitar pukul 13.00 WIB, berdasarkan Surat Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat Nomor: B-3987/0.1.5/Ft.2/10/2025 tanggal 7 Oktober 2025.
Kepala Kejaksaan Negeri Bengkayang, Arifin Arsyad, menjelaskan bahwa tersangka HS disangka melanggar Pasal 54 atau Pasal 56 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Perkara ini bermula dari penindakan petugas Bea Cukai di Jalan Raya Sanggau Ledo, Kecamatan Sanggau Ledo, Kabupaten Bengkayang, pada 12 Agustus 2025. Tersangka diduga menawarkan, menjual, dan menyediakan untuk dijual Barang Kena Cukai (BKC) yang tidak dilekati pita cukai atau yang patut diduga berasal dari tindak pidana,” kata Arifin.
Arifin menyebutkan, barang bukti yang diserahkan dalam tahap II ini cukup besar. Di antaranya, 400 ribu batang rokok merek Kalbaco Berry Click, 400 ribu batang rokok merek Kalbaco Khatulistiwa Bold, serta 475 karton daging olahan sosis merek Frankfurter Ayam.
Selain itu, penyidik juga menyerahkan satu unit truk Mitsubishi Thermo King berwarna kepala kuning dan box kuning, satu unit telepon genggam, satu SIM B Umum, satu kartu tanda pengenal, dan satu lembar surat jalan bertanggal 12 Agustus 2025 bertuliskan keterangan barang “BKYG” dengan rincian “50 nama barang KLB dan 475 nama barang Sosis”.
Kegiatan pelimpahan tersangka dan barang bukti ini dihadiri oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) gabungan dari Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Kejaksaan Negeri Bengkayang. Setelah proses tahap II, tersangka HS langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Bengkayang selama 20 hari.
“Penahanan dilakukan untuk mempersiapkan pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Bengkayang. Seluruh rangkaian kegiatan tahap II selesai sekitar pukul 15.00 WIB dalam kondisi aman dan kondusif. Ini menunjukkan komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas peredaran Barang Kena Cukai ilegal,” tegas Arifin.
Kasus ini menambah panjang daftar temuan rokok ilegal yang beredar di Kalimantan Barat. Merek Kalbaco yang diproduksi PT Borneo Twindo Group diduga kuat menjadi salah satu produk tanpa pita cukai yang paling banyak beredar di wilayah Kalbar.
Pihak Perusahaan berdalih Rokok yang di produksi sesuai izin ekspor, hanya saja ada pihak tertentu yang sengaja membawa dan menjual Kembali produk itu dari Malaysia masuk ke Dalam Negeri melalui jalur tidak resmi.
Sementara itu, pengamat hukum pidana Universitas Tanjungpura, Hermansyah, menilai penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal di Indonesia masih belum efektif. Menurutnya, aparat penegak hukum sejauh ini belum menyentuh aktor utama di balik rantai distribusi dan produksi rokok ilegal.
“Kalau kita bicara efek jera, indikatornya sederhana. Lihat saja apakah pelakunya mengulangi atau tidak. Faktanya, peredaran rokok ilegal masih ada bahkan berkembang. Artinya, penegakan hukumnya belum menimbulkan efek jera,” ujar Hermansyah.
Ia menilai, lemahnya efek jera tersebut muncul karena penegakan hukum belum diarahkan pada akar persoalan. Hermansyah menyebut, sebagian besar pelaku yang ditindak hanyalah bagian kecil dari sistem besar yang dikendalikan oleh pelaku utama.
“Yang sering ditindak itu sopir atau penjual, padahal mereka hanya bekerja. Kalau aparat ingin tegas, harusnya menelusuri siapa pemasok atau pengendalinya,” tegas Hermansyah.
Hermansyah juga mengingatkan agar langkah penegakan hukum dilakukan secara progresif dan proporsional. Ia menilai, tindakan hukum yang tidak mempertimbangkan kondisi sosial bisa menimbulkan persoalan baru, terutama di sektor ekonomi masyarakat.
“Kalau semua disikat habis tanpa melihat konteks sosial, bisa timbul persoalan baru. Banyak orang kehilangan pekerjaan, dan ketika lapangan kerja belum tersedia, itu bisa memunculkan tindak kriminal lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah perlu menyeimbangkan antara penegakan hukum dan penyediaan lapangan kerja baru bagi masyarakat yang selama ini bergantung pada industri rokok ilegal.
“Pendekatannya harus progresif. Kalau rokok ilegal sudah mengancam ekonomi nasional, tentu harus ditindak tegas. Tapi penegakan hukumnya harus menyasar pelaku utama, bukan pekerja kecilnya,” pungkas Hermansyah.
Penanganan kasus rokok ilegal merek Kalbaco ini menjadi sorotan publik karena skalanya yang cukup besar dan melibatkan merek yang dikenal luas di Kalimantan Barat. Bea Cukai dan Kejaksaan diharapkan mampu menelusuri jaringan distribusi dan produksi rokok ilegal tersebut hingga ke akar masalah.
Kasus ini juga menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk memperkuat sinergi dan memastikan bahwa penindakan tidak berhenti pada pelaku lapangan. Keberhasilan pengungkapan hingga ke pelaku utama diharapkan dapat memberikan efek jera dan menekan peredaran rokok ilegal yang merugikan keuangan negara.
Leave a Reply