PONTIANAK, RUAI.TV – Kasus dugaan keracunan makanan bergizi gratis (MBG) yang menimpa sejumlah siswa di SD Negeri 12 Benua Kayong, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, memicu keresahan para orang tua murid. Sejak insiden tersebut, sebagian wali murid memilih melarang anak-anak mereka untuk mengonsumsi menu MBG yang dibagikan di sekolah.
Menanggapi hal itu, Hefni Maulana selaku pengelola Yayasan Adinda Karunia Ilahi memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa dugaan keracunan masih perlu diuji kebenarannya melalui hasil laboratorium resmi.
“Sedangkan kita tidak bisa sebetulnya memvonis bahwa ini keracunan kalau tidak menunggu hasil uji laboratorium. Kalau memang hasil uji lab mengatakan makanan yang kita sediakan itu mengandung racun, baru bisa disampaikan sebagai peristiwa keracunan. Tetapi hasil uji sementara yang keluar menyatakan makanan aman,” jelas Hefni, Selasa (23/9).
Hefni menambahkan, pihaknya telah melakukan pengecekan baik di dapur maupun di sekolah, dan sampel makanan dinyatakan tidak mengandung zat berbahaya. Ia juga mempertanyakan mengapa dugaan keracunan hanya terjadi di satu sekolah, padahal menu, bahan, hingga dapur yang digunakan sama untuk 20 sekolah penerima manfaat.
“Kalau memang keracunan, seharusnya hampir di semua sekolah juga mengalami hal yang sama. Tapi dari 20 sekolah, hanya satu sekolah saja yang terdampak. Dari total 3.740 penerima manfaat, laporan yang masuk hanya sekitar 20 siswa. Bahkan ada seorang guru yang ikut disebut keracunan, padahal paket MBG ini murni untuk siswa,” ungkapnya.
Hefni juga menyoroti adanya klaim dari pihak sekolah yang menyebut makanan MBG beracun. Klaim tersebut disebutkan langsung oleh kepala sekolah dan seorang guru di SD 12 Benua Kayong. Padahal, hingga kini belum ada hasil laboratorium resmi yang bisa dijadikan dasar pernyataan tersebut.
“Ini yang membuat kami khawatir. Klaim makanan beracun sudah disampaikan pihak sekolah, sementara hasil uji lab resmi dari Dinas Kesehatan maupun BPOM belum keluar. Jangan sampai ada pihak-pihak yang mendiskreditkan program MBG yang merupakan program Presiden,” tegasnya.
Menurutnya, ada kemungkinan beberapa siswa mengalami mual bukan karena keracunan, melainkan karena tidak menyukai menu yang disediakan. Pada hari kejadian, menu utama adalah ikan filet yang ternyata tidak semua anak terbiasa mengonsumsi.
Hefni menegaskan bahwa pihaknya terbuka terhadap evaluasi dan pengawasan lebih ketat. Untuk sementara, dapur MBG dihentikan sementara dan kepala dapur dinonaktifkan sambil menunggu hasil resmi dari Dinas Kesehatan dan BPOM.
“Program ini jangan sampai dihentikan begitu saja karena manfaatnya sangat besar bagi siswa. Yang penting ada evaluasi, pengawasan yang transparan, dan penyaluran yang benar. Kami berharap tidak ada pihak yang mendiskreditkan program nasional ini,” pungkas Hefni.
Leave a Reply