KUBU RAYA, RUAI.TV – Petani plasma di Desa Sepok Laut kembali menagih kejelasan hak mereka dalam mediasi ketiga bersama PT Punggur Alam Lestari (PT PAL) yang berlangsung pada Selasa (9/7) di Gedung Pamong Praja 2, Kubu Raya.
Pemerintah Kabupaten Kubu Raya memfasilitasi langsung pertemuan ini melalui Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Mustafa.
Sejak 2018, masyarakat menanti realisasi pembangunan kebun plasma seluas 20 persen dari lahan inti milik PT PAL. Berdasarkan data, dari total 2.100 hektare lahan inti, perusahaan seharusnya menyediakan 420 hektare untuk plasma.
Namun, hingga kini, masyarakat belum melihat langkah nyata di lapangan. Dalam pertemuan yang melibatkan DPRD, camat, aparat kepolisian, koperasi, dan tokoh masyarakat, Direktur Operasional PT PAL, Togar Sihaan, menyatakan komitmennya memenuhi kewajiban tersebut.
Ia menyebut ketiadaan sertifikat lahan menjadi penghambat utama proses pengajuan dana ke bank. “Kami tidak menolak membangun plasma. Tapi bank tidak bisa mencairkan dana tanpa sertifikat sah yang dipegang koperasi mitra,” jelas Togar.
Togar menjabarkan bahwa pembangunan plasma membutuhkan dana besar, mencapai Rp80 hingga Rp90 juta per hektare. Jika pembangunan mencakup 1.000 hektare, dana yang di butuhkan nyaris menyentuh Rp90 miliar. Perusahaan mengandalkan skema perbankan untuk menutupi kebutuhan ini.
Sayangnya, proses sertifikasi tanah yang dibiayai melalui program PTSL justru menemui kendala. Warga mengambil sendiri sertifikat dari kantor BPN, tanpa koordinasi dengan koperasi. Bahkan, sebagian sertifikat telah berpindah tangan, dijadikan jaminan, atau diperjualbelikan.
Asisten Pemerintahan dan Kesra, Mustafa, mendorong PT PAL menyampaikan keputusan resmi dalam waktu satu minggu. Ia menilai kehadiran Togar sebagai sinyal positif, namun menegaskan bahwa kepastian harus segera diberikan.
“Kita butuh komitmen, bukan wacana. Dalam waktu satu minggu, manajemen harus menyampaikan keputusan strategis. Kalau betul-betul berniat, tunjukkan dengan aksi,” tegas Mustafa.
Mustafa juga menyoroti kesalahan pola awal pengelolaan plasma. Ia menekankan pentingnya membangun kebun terlebih dahulu, baru kemudian menetapkan penerima manfaat. Menurutnya, pola terbalik justru menimbulkan banyak masalah.
Saat ini, dari sekitar 1.400 hektare lahan yang tersedia, 200 hektare dinilai sudah siap untuk dibangun plasma. PT PAL bahkan menyatakan kesiapan menebus sertifikat milik warga yang kini berada di tangan pihak ketiga, asalkan proses dilakukan secara transparan dan atas dasar kesepakatan bersama.
Kepala Desa Sepok Laut, Muhammad Aly, menyambut baik mediasi ini. Ia melihat peluang baru dalam forum ini untuk mengakhiri kebuntuan bertahun-tahun. Aly menegaskan bahwa masyarakat tidak menuntut uang, tetapi hanya meminta hak atas kebun plasma sesuai ketentuan 20 persen dari HGU perusahaan.
“Kami tidak minta angka atau ganti rugi. Kami hanya ingin plasma, sesuai hak kami. Itu saja,” ujar Aly.
Aly juga menyatakan kesiapannya membantu perusahaan dalam proses pengumpulan kembali sertifikat warga, jika ada permintaan resmi dan komunikasi yang lebih baik.
“Saya siap bantu, asal jelas dan resmi. Tapi komunikasi harus di benahi, jangan sampai miskomunikasi lagi,” tambahnya.
Mediasi ini memberi harapan baru bagi petani plasma yang selama tujuh tahun terakhir menunggu kepastian. Pemerintah daerah mengajak seluruh pihak menurunkan ego sektoral dan mengedepankan kepentingan masyarakat demi terwujudnya keadilan agraria di wilayah Desa Sepok Laut.
Leave a Reply