Arsip

Warga Pertahankan Segel Hutan Lindung di PT. ALM, Pemerintah Diminta Tegas

Petugas KPH Ketapang Selatan Bersama warga, perangkat desa dan Forkopimcam Nanga Tayap memasang tanpa segel di lahan PT Agro Lestari Mandiri (Sinarmas Group) yang diduga masuk dalam Kawasan Hutan Lindung. (Foto/ruai.tv)
Advertisement

KETAPANG, RUAI.TV – Plang segel yang terpasang di area perkebunan PT Agro Lestari Mandiri (ALM) di Kecamatan Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, masih terlihat utuh. Perusahaan ini merupakan anak usaha dari grup besar Sinarmas.

Informasi ini di peroleh dari warga Desa Simpang Tiga Sembelangaan, berinisial SA, yang aktif memantau keberadaan plang tersebut.

Pemantauan di lakukan setelah mencuat kabar bahwa pihak perusahaan diduga meminta Kepala Dinas Kehutanan Kalbar agar plang tersebut dilepas oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ketapang Selatan.

Advertisement

“Kami akan kawal terus lokasi hutan lindung yang ditanami sawit oleh PT Agro Lestari Mandiri. Tidak boleh ada aktivitas apapun di sana,” tegas SA.

Warga memastikan, plang tersebut tidak akan di lepas sebelum permasalahan antara perusahaan dan masyarakat benar-benar tuntas. Apalagi, lokasi kebun sawit tersebut diduga kuat masuk dalam kawasan hutan lindung yang tidak boleh digarap.

Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kalimantan Barat, Adi Yani, menegaskan bahwa pihaknya tengah melakukan kajian dan verifikasi terhadap temuan tersebut. Ia menyatakan, pemerintah tidak akan gegabah mengambil keputusan sebelum hasil verifikasi selesai.

“Plang di pasang atau tidak bukanlah persoalan utama. Yang penting adalah kami memastikan secara teknis dan hukum apakah lokasi tersebut memang masuk kawasan hutan atau tidak,” kata Adi Yani.

Sebelumnya, tim KPH Ketapang Selatan telah melakukan pengukuran di lokasi yang di saksikan oleh perangkat desa, unsur Forkopimcam Nanga Tayap, serta perwakilan perusahaan.

Hasil awal menunjukkan indikasi bahwa lahan perkebunan sawit milik PT ALM memang berada di dalam kawasan hutan lindung.

Pihak perusahaan sempat membantah, dengan menyatakan bahwa tanaman sawit tersebut sudah lebih dahulu ada sebelum wilayah itu di tetapkan sebagai kawasan hutan. Pernyataan ini menempatkan status hukum lahan dalam posisi status quo atau belum final.

Tak hanya itu, berdasarkan laporan masyarakat dan hasil penelusuran KPH Ketapang Selatan, perusahaan juga di tengarai menggarap lahan di luar Izin Usaha Perkebunan (IUP), termasuk ribuan hektare lahan transmigrasi yang berstatus sertifikat hak milik milik warga.

Masyarakat kini menanti ketegasan pemerintah dalam menindaklanjuti temuan ini. Di sisi lain, kasus ini menjadi ujian bagi komitmen perusahaan besar dalam menghormati batas hukum dan hak-hak masyarakat lokal.

Advertisement